Kontroversi hasil quick count enam lembaga survey yang ditayangkan hampir semua stasiun televisi di Indonesia tidak hanya menimbulkan keresahan di masyarakat, tapi juga mengundang timbulnya konflik horizontal. Pasalnya quick count enam lembaga survey yang ditayangkan stasiun televisi itu berbeda jauh dengan quick count lembaga survey lainnya dan berbeda pula dengan real count yang diselenggarakan oleh masing-masing partai peserta pemilu dan pendukung capres.
“Apalagi keresahan akibat quick count itu tidak hanya terbaca di media sosial, tapi telah sampai ke warung-warung kopi dan sangat berpotensi konflik. Masyarakat saling bersitegang satu sama lain dan satu saat konflik itu bisa saja pecah secara terbuka,” ujar koordinator Rumah Aspirasi Prabowo – Sandi, Lieus Sungkharisma.
Oleh karena itu Lieus berpendapat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus segera menghentikan tayangkan quick count dari enam lembaga survey di layar televisi itu.
“Tayangan itu lebih banyak mudaratnya dan berpotensi memecah belah anak bangsa. Apalagi semua orang tau orang-orang yang berada di balik ke enam lembaga survey itu adalah orang-orang yang pernah diajak makan oleh Jokowi ke Istana Negara,” kata Lieus.
Ditambahkan Lieus, keenam lembaga survey itu nyata-nyata telah melakukan kebohongan publik dan ironisnya pihak stasiun TV, mungkin karena di bawah tekanan rezim, tanpa reserve menayangkan kebohongan itu secara telanjang.
“Bayangkan, ada 40 lembaga survey yang mendapat rekomendasi dari KPU untuk menyelenggarakan quick count. Tapi hanya enam lembaga itu yang dirilis hasilnya di TV. Kalau tak ada apa-apanya, pastilah quick count ke empatpuluh lembaga survey itu ditayangkan juga,” katanya.
“Bukan rahasia lagi saat ini semua media mainstream di bawah tekanan penguasa. Karena itu, daripada negara ini harus mengeluarkan ongkos yang sangat mahal akibat konflik sesama anak bangsa akibat survey abal-abal keenam lembaga survey itu, sebaiknya KPU melalui Komisi Penyiara Indonesia (KPI) menghentikan tayangan hasil survey tersebut,” ujar Lieus.
Lebih jauh, Lieus meminta agar terhadap keenam lembaga survey itu segera dilakukan audit dan pemeriksaan. “Jika terbukti mereka melakukan survey berdasarkan pesanan dan sengaja melakukan kebohongan publik, tak ada ampun, para pengelolanya harus dihukum seberat-beratnya. Mereka bukan saja telah mencederai proses demokrasi yang sedang kita bangun, tapi dengan sengaja ingin merusaknya,” kata Lieus.
Sejauh ini, tambah Lieus, ia meyakini hasil real count sebagaimana yang sudah diumumkan Capres 02, Prabowo Subianto. “Angka kemenangan 62 persen seperti yang diumumkan pak Prabowo itu real hitungan data C1 dari 300 ribu lebih TPS. Bukan cuma dari sample beberapa TPS. Jadi saya yakin betu Capres 02, Prabowo-Sandi memenangkan Pilpres 2019 ini,” katanya.
Oleh karena itu, ujar Lieus lagi, pihaknya meyakini hasil pengumuman KPU Pusat tidak akan jauh berbeda dari penghitungan real count yang sudah diumumkan Prabowo. “Jika setelah pengumuman KPU itu rakyat bergejolak dan konflik terbuka terjadi, maka pihak yang paling bertanggungjawab adalah keenam lembaga survey abal-abal itu,” tegasnya.