Pengamat Politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah menilai, debat kedua capres tidak menampilkan substansi sebagaimana yang dikehendaki publik. Debat yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta, ini dipandang jauh dari kata ideal. Padahal, tema debat sebenarnya fundamental, sekaligus sebagai ajang pembuktian adanya sinergi dengan visi-misi yang dipaparkan.
“Sayangnya, pemilih rasional kehilangan momentum untuk melihat kedua capres benar-benar miliki kepiawaian dalam merencanakan ritme pembangunan Indonesia. Pada debat kali ini substansi tertinggal jauh,” ujar Dedi.
Menurut dia, kedua capres seolah saling menjaga jarak untuk beradu argumen penting, sehingga pembahasan didominasi hal-hal normatif. Joko Widodo, kata Dedi, diuntungkan dengan perencanaan lima tahun ke belakang, sehingga hanya perlu menguatkan janji implementasi lanjutan. Prabowo tidak bicara teknis pembangunan yang bisa diterapkan ke depan.
“Prabowo bisa mengambil celah pembeda dengan petahana, tapi tidak dimanfaatkan dengan baik. Prabowo juga tidak menawarkan hal baru terkait tema, sementara Joko Widodo diuntungkan dengan apa yang telah dilakukan,” katanya.
Menyangkut infrastruktur, Prabowo dinilai cukup jeli melihat pembangunan selama ini tidak beriring dengan pemetaan yang berimbas pada efisiensi dan efektivitas. Dedi menilai, pernyataan Prabowo cukup bagus soal dampak pembangunan infrastruktur terhadap hilangnya mata pencarian masyarakat kelas bawah. Namun, Prabowo tidak menyampaikan solusi.