Sudah hampir setahun Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) hidup dalam pengungsiannya di Arab Saudi bersebab adanya upaya kriminalisasi dari sejumlah pihak yang terus menerus menyebabkan keamanan, kenyamanan, kemerdekaan bergerak, dan keselamatan dirinya di dalam negeri terancam.
Ironisnya, selama hampir setahun ini pemerintah tidak melakukan upaya apapun untuk melindungi Imam Besar umat Islam itu. Kasus yang menimpa Habib dibiarkan begitu saja tanpa kepastian hukum, sementara teror dan ancaman terus saja dialami Habib Rizieq di pengungsiannya. Pembiaran itulah yang berpotensi menjadikan pemerintahan Presiden Jokowi bisa dilaporkan ke Amnesty Internasional sebagai pelaku pelanggaran HAM berat.
Hal itu dikatakan koordinator Forum Rakyat, Lieus Sungkharisma, dalam keterangan persnya pada wartawan, Senin (7/1/2019).
Menurut Lieus, potensi pelanggaran HAM terhadap Habib Rizieq mulai terjadi sejak terbitnya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) atas kasus dugaan penghinaan Pancasila dan kasus dugaan pornografi pada Mei dan Juli 2018.
“Sejak itu gerak sejumlah teror mulai mengancam Habib Rizieq dan gerakannya juga mulai dibatasi. Di antaranya Habib Rizieq dikenai pencekalan. Dan bahkan ketika ia sudah mengungsi ke Arab Saudi pun, setiap gerakannya selalu diikuti dan diawasi. Habib Rizieq juga diinterogasi secara sewenang-wenang. Kasus terakhir yang menimpanya adalah rekayasa pemasangan bendera ISIS di dinding rumahnya,” tutur Lieus.
Bahkan, tambah Lieus, tak hanya terhadap Habib Rizieq, potensi pelanggaran HAM pemerintah rezim Jokowi juga terjadi terhadap sejumlah orang lainnya. Seperti diketahui, Komisioner Subkomisi Pemantauan Dan Penyelidikan Komnas HAM, Siane Indriani mengatakan, setidaknya ada 10 kasus pelanggaran HAM yang menimpa Imam Besar FPI itu. Di antaranya kriminalisasi, tuduhan makar, pembakaran mobil di Cawang, penembakan di kediamannya di Megamendung, diperlakukan dengan tidak hormat dan lain-lain.
Semua pelanggaran HAM yang dialami Habib Rizieq Shihab di era Jokowi itu, semakin menguatkan anggapan bahwa pemerintahan rezim Jokowi memang tidak bisa dipertahankan.
“Bayangkan saja, seorang Imam Besar, pemimpin umat yang pengikutnya jutaan orang saja diperlakukan dengan sangat tidak hormat. Bagaimana lagi dengan rakyat biasa?” kata Lieus.
Ditambahkan Lieus, selain Habib Rizieq, baru di era Jokowi inilah ada ulama, aktivis dan rakyat biasa yang dikriminalisasi dan ditangkap aparat karena mengeritik pemerintah dengan tuduhan menyebarkan ujaran kebencian.
Sekelompok orang pendukung pemerintah, dengan entengnya bisa melaporkan siapa saja yang mereka anggap menyerang pemerintah ke polisi, dan aparat kepolisian dengan ringannya memproses laporan itu dan dengan cepat pula memprosesnya. Kasus terakhir terkait laporan polisi karena bersikap kritis ini menimpa Wakil Sekjen MUI, Ustadz Tengku Zulkarnaen.
Karena itu Lieus bisa memahami mengapa rakyat tidak ingin Jokowi memimpin negeri ini dua periode.
“Rakyat paham apa yang dialami dan menimpa Habib Rizieq, para aktivis dan para ulama itu. Karena itu, kita bisa mengerti kalau rakyat tak lagi menghendaki pak Jokowi memimpin negeri ini selama dua periode,” kata Lieus.
“Pak Jokowi cukup satu priode saja. Siapa pengantinya, tak masalah bagi rakyat. Sebab Jokowi memang harus diganti,” katanya.