Era digital berimbas pada perubahan di sejumlah sektor. Termasuk transportasi. Tak terkecuali di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara (Sumut). Khususnya, bagi pengemudi Becak Motor (Betor).
Wartawan senior yang juga putra daerah Tebing Tinggi Darmansyah turut bersuara terkait perkembangan transportasi online di kampung halamannya.
“Sebagai putra daerah Kota Tebing Tinggi yang besar dan menetap di Jakarta, bukannya awak tidak memperhatikan perkembangan daerah dengan julukan “Kota Lemang” itu,” kata Darmansyah di Jakarta, Jumat (21/12).
Salah satu yang dipersoalkan Darman, terkait operasional transportasi ojek online (Ojol) di Tebing Tinggi adalah soal kelayakan.
Menurutnya, Kota Tebing Tinggi sangat belum layak untuk menjadi wilayah operasional transportasi Ojol atau mobil online.
“Sebab, luas wilayah kotanya kecil. Dampaknya, jalanan yang ada di kota itu bakal macet karena dipenuhi pengemudi ojek online,” tutur pria yang akrab disapa Gus Dar itu.
Jika Ojol dilegalkan, terang Gus Dar, maka pengemudi Betor akan kehilangan mata pencaharian. Sementara itu, lapangan pekerjaan di daerah dengan julukan baru “Kota Kue Kacang” itu nyaris tidak ada.
Artinya, kata dia, menjadi penarik becak merupakan satu-satunya opsi yang bisa dilakukan sebagian besar masyarakat setempat.
“Seharusnya, hal itu menjadi pertimbangan bagi pejabat terkait dalam mengeluarkan izin untuk transportasi online apapun,” ujarnya.
Pada 11 Desember 2018 ratusan pengemudi Betor berunjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Tebing Tinggi, Sumut. Mereka meminta agar pemerintah daerah (Pemda) setempat membatasi izin operasional ojol di wilayah Kota Tebing Tinggi.
“Bagaimana pun, becak adalah salah satu transportasi ikon Kota Tebing Tinggi. Keberadaannya, harus dilestarikan seperti di Pekalongan (Jawa Tengah). Jangan sampai kemunculan transportasi online membuat keberadaan becak jadi punah,” demikian Gus Dar.