Ratusan orang yang tergabung dalam organisasi Gerakan Jaga Indonesia (GJI) menggelar aksi pengibaran seribu bendera merah-putih di seberang Istana Merdeka, tepatnya di depan Taman Aspirasi, Monas, Jakarta, pada Jumat (21/12).
Gerakan Jaga Indonesia menilai bahwa dalam Reuni Akbar 212 yang digelar pada Minggu (2/12/2018), terdapat sejumlah indikasi yang menandakan Indonesia dalam bahaya.
Mulai dari dikibarkannya puluhan ribu bendera hitam yang terkesan sengaja menenggelamkan bendera merah-putih, poster bertuliskan ‘NKRI No, Referendum Yes’, orasi beraroma dakwah paham khilafah serta intervensi asing dengan hadirnya Duta Besar Arab Saudi dan kehadiran salah satu Capres yang memperjelas aroma kampanye.
Gerakan Jaga Indonesia mengajak seluruh rakyat Indonesia dari ujung Timur Papua sampai ujung Barat Aceh untuk mengibarkan bendera merah-putih secara serentak di rumah masing-masing selama 1 bulan.
Kegiatan pengibaran seribu bendera merah-putih dan bendera merah-putih raksasa hari ini oleh Gerakan Jaga Indonesia juga disertai dengan pelepasan balon dan bendera merah-putih ke langit Indonesia.
“Akksi kami hari ini adalah untuk membuktikan bahwa masih banyak rakyat yang cinta kepada NKRI. Bahwa merah-putih masih ada dan tegak berkibar bersama jiwa dan raga rakyat Indonesia. Kami mengajak peran serta segenap elemen masyarakat terutama yang berdomisili di wilayah Jabodetabek untuk turut serta bersama-sama mengibarkan seribu bendera merah-putih,” ujar Boedi Djarot selaku Ketua Umum Gerakan Jaga Indonesia.
Kegiatan ini juga sebagai bentuk perjuangan ideologi dimana Pancasila dan UUD 1945 serta NKRI adalah harga mati yang bersifat final sebagai sebuah kesepakatan dan cita-cita bangsa Indonesia.
Gerakan Jaga Indonesia mengutuk keras setiap upaya merongrong atau merubah NKRI menjadi Khilafah Islamiyah ala organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Kami tegaskan bahwa HTI bukanlah agama melainkan hama yang sangat berbahaya. Untuk itu kami menyatakan siap jiwa dan raga bersama pemerintah Indonesia yang sah melawan gerakan intoleransi, radikalisme sampai terorisme serta upaya mengubah NKRI menjadi Khilafah Islamiyah,” tutur Haidar Alwi selaku Ketua Dewan Pembina Gerakan Jaga Indonesia.
Lebih parahnya lagi, hal ini digunakan oleh sekelompok orang yang haus kekuasaan untuk meraih kemenangan dalam Pemilu 2019 mendatang. Menggerakkan massa dengan umpan agama adalah cara-cara berpolitik yang tidak beretika.
“Jangan mau dibodohi oleh politik yang menggunakan SARA sebagai alat untuk menang, untuk meraih ambisi mereka yang haus akan kekuasaan. Mereka menipu kita. Ayo kita kibarkan bendera merah-putih dan tenggelamkan bendera hitam karena itu bendera perang terhadap NKRI dan Pancasila,” ucapnya.
Gerakan jaga Indonesia akan berperan sebagai gelombang besar yang merasuki hati dan nurani setiap rakyat Indonesia menanamkan kecintaan kepada Pancasila sebagai jati diri bangsa dan menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi bangsa Indonesia.
“HTI tidak pernah mati. Justru setelah ditetapkan sebagai organisasi terlarang di Indonesia, HTI semakin mengakar karena mereka menyusup ke semua lini. Jadi tugas kita semua adalah menjaga keutuhan NKRI dari rongrongan HTI. Begitu mereka dibubarkan, sel-selnya belum hancur. Nah, sel-sel inilah yang menyusup, mencari inang untuk kemudian tumbuh dan berkembang lagi,” kata Haidar Alwi.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang sangat menghargai setiap perbedaan dan Gerakan Jaga Indonesia akan tetap merawat perbedaan serta keragaman tersebut sebagai warna-warni indah yang menghiasi bumi Nusantara.