Masih belum jelasnya duduk soal 31 juta suara susulan yang diserahkan Kemendagri pada Komisi Pemilihan Umum (KPU), membuat pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2019 terancam tidak Luber dan Jurdil.
Hal itu dikatakan koordinator Forum Rakyat, Lieus Sungkharisma saat ditanya wartawan. Apalagi, katanya, meski dipertanyakan banyak pihak, anehnya data susulan itu sampai hari ini belum boleh dibuka oleh Kemendagri dengan alasan rahasia.
“Maka, kalau sampai data 31 juta pemilih susulan itu tidak juga dibuka ke publik hingga akhir tahun ini, KPU terancam kehilangan kredibilitasnya karena dinilai tidak teransparan, dan pelaksanaan Pemilu 2019 terancam tidak Jurdil,” ujar Lieus kepada suaranasional, Rabu (5/12).
Seperti diketahui, sejak beberapa bulan lalu sejumlah pihak mempertanyakan adanya dugaan data siluman alias data susulan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ke KPU yang mencapai 31 Juta untuk Pemilu 2019. Penyerahan data itu kontan saja mengundang kecurigaan lantaran diserahkan Kemendagri setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) selesai menetapkan DPT yang diketahui mencapai 185 juta pemilih.
“Ustadz Husein Haeikal (Ustadz Babe) bahkan pernah mempertanyakan langsung hal itu ke KPU. Namun jawaban yang diberikan tidak memuaskan. Padahal jumlah 31 juta itu bukan angka yang kecil,” kata Lieus.
Oleh karena itu Lieus meminta KPU tidak bermain-main dengan data 31 juta pemilih susulan tersebut.
“Pemilu itu bukan kerja main-main. Ini menyangkut masa depan bangsa dan negara. Kalau sejak awal sudah ada dugaan kecurangan, maka hasilnya juga akan curang. Masak sih DPT sudah ditetapkan masih ada data susulan?” tegas Lieus.
Lieus sendiri berjanji akan meminta penjelasan langsung soal ini ke Kemendagri. “Pak Tjahjo itu teman saya ketika sama-sama menjadi pengurus KNPI. Saya percaya dia tidak akan melakukan hal-hal yang akan merugikan bangsa dan negara ini,” katanya.
Jadi, meskipun kabarnya ada surat edaran Kemendagri yang tidak membolehkan membuka data 31 juta daftar pemilih susulan itu, Lieus mendesak KPU untuk teguh mengamalkan prinsip transparansi penyelenggaraan Pemilu dengan membuka ke publik data yang diserahkan Kemendagri itu.
“Apakah itu data pemilih lama yang sudah terdaftar di DPT atau data pemilih baru. Rakyat harus tau itu. Jangan sampai terjadi pemilih ganda,” katanya.
Menurut Lieus, jika KPU bersikukuh tidak membukanya ke publik, kontroversi tentang DPT susulan itu akan menimbulkan polemik berkepanjangan di masyarakat. “Dan itu bisa memperngaruhi keabsahan Pemilu 2019,” tegasnya.