Beda Data Beras BPS dan Kementan, Bisa Jadi Blunder Politik Jokowi

Ilustrasi pedagang beras (IST)

Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan revisi terhadap data beras yang sebelumnya disampaikan Kementerian Pertanian (Kementan). Terdapat perbedaan mencolok karena data dari Kementan angkanya jauh lebih tinggi ketimbang angka BPS.

Data yang dirilis Selasa (23/11) menyatakan produksi gabah kering giling pada 2018 diperkirakan 56,54 juta ton. Angka itu jauh lebih rendah dari data Kementan yang menyatakan 80 juta ton.

Untuk produksi beras versi BPS sebanyak 32,42 juta ton sementara Kementan 46,5 juta ton. Kemudian konsumsi beras menurut BPS sebanyak 29,57 juta ton atau di bawah Kementan 33,47 juta ton. Kementan juga memperkirakan surplus mencapai 13,03 juta ton, namun BPS menyebut surplus hanya 2,85 juta ton.

Pengamat politik Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai perbedaan data antara Kementerian dan lembaga termasuk BPS memang carut marut sejak dulu. Perbedaan data ini merupakan persoalan berlarut yang dari muncul dari tahun ke tahun hingga berujung kepada tahun politik.

“Kenapa tidak dari dua tahun lalu persoalan ini diantisipasi. Tentu ini mengganggu kinerja pemerintahan karena dianggap tidak bisa menyelesaikan persoalan yang sesungguhnya bisa diselesaikan,” kata Ujang di Jakarta, Rabu (24/11).

Pemerintah memang mengalami kesulitan dalam sosialisasi program akibat data yang tidak sinkron tersebut. Apalagi isu beras ini sempat heboh. Ujang menilai sulit mengampanyekan keberhasilan dan kesuksesan pemerintah jika sumber datanya berbeda. Akibatnya kubu oposisi bisa menangkap isu yang seksi ini untuk bisa menembak pemerintah.

“Mengkritik itu tergantung momentumnya. Sekarang sudah ada momentum karena data yang tidak sama itu tidak mampu dituntaskan meski sempat disebut akan diselesaikan.”

Sebelumnya dalam konferensi pers pencapaian 4 tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di Kementerian Sekretariat Negara, Selasa (22/11), Menko Perekonomian, Darmin Nasution, mengakui impor pangan tahun 2018 memang cukup tinggi. Padahal salah satu janji kampanye Jokowi-JK pada saat kampanye 2014 adalah tidak impor pangan.

“Pangan tahun ini impor tinggi, oke. Tapi, kalau indeks ketahanan pangan dibanding berbagai negara kita baik,” kata Darmin, Selasa (23/11).

Simak berita dan artikel lainnya di Google News