Perubahan penyebutan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dari gerakan separatis bersenjata menjadi kelompok kriminal bersenjata (KKB) berdampak pada perubahan penanganan di Papua. TNI tidak lagi menjadi pemain utama, melainkan berpindah tangan ke Polri sebagai institusi utama dalam menjaga keamanan dalam negeri.
Demikian dikatakan pengamat militer Pambudidoyo kepada suaranasional, Rabu (5/9).
Menurut Pambudidoyo, perubahan penyebutan OPM merupakan upaya pemerintah menangani kasus di Papua dengan cara yang lebih persuasif dan tidak melulu militeristik.
Kata Pambudidoyo, jika ada pelibatan Banser dalam melawan kelompok di Papua sama saja tudingan kepada pemerintah dan TNI mempersenjatai kalangan sipil. Padahal kalangan sipil yang diperkenankan membawa senjata di Indonesia hanyalah polri.
Menurut Pambudiyo, mengirimkan Banser ke Papua dalam menghadapi kelompok sipil bersenjata ada potensi kerugian lain yang akan diterima Indonesia, yaitu kemungkinan adanya perang sipil dan perpecahan dengan mengatas namakan SARA.
“Jadi tidak perlu Banser berminat membantu pemerintah dalam menumpas kelompok bersenjata di Papua. Toh kewajiban membela negara adalah hakikatnya kewajiban semua WNI, tetapi tidak selalu dengan angkat senjata,” jelasnya.
Pambudidoyo menjelaskan, jika Banser dipersenjatai, maka akan ada resiko lahirnya kelompok “monster” seperti kelompok jihadis di afghanistan bentukan CIA dulu.
“Jika itu terjadi dan tidak terkendali, makan hal itu hanya akan menambah pekerjaan rumah bagi TNI/Polri,” jelas Pambudidoyo.