Kondisi negara yang makin semrawut dan terjadi pengangguran serta masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) sangat diperlukan reformasi jilid 2.
“Rakyat pada umumnya ingin dilakukan penataan ulang dalam segenap aspek kehidupan untuk tidak mengatakan reformasi sekali lagi, seperti yang pernah dilakukan di Indonesia 20 tahun lalu,” kata Direktur Eksekutif Atlantika Institut Nusantara Jacob Ereste kepada suaranasional, Rabu (23/5).
Kata Jacob, Ada juga diantara mereka yang lebih tidak puas, hingga tanpa tedeng aling-aling menyerukan harus revolusi.
“Alasannya cukup masuk akal pula, lantaran usaha untuk menata bangsa dan upaya dalam menata negara sudah acang kadut nggak karu-karuan kacaunya,” paparnya.
Sebagai negara yang berdasarkan hukum saja Indonesia sudah jungkir balik, seperti banyak sekali hukum dan perundang-undangan yang saling bersilangan serta tumpang tindih antara yang satu dengan yang lain. Begitu juga dengan peraturan pada tingkat pemerintah daerah.
“Realitas ini jelas tidak cuma membuat kepastian hukum menjadi runyam, tetapi juga kepastian dalam tata kehidupan yang lain — yang lebih luas sifatnya– telah membuat tidak adanya jaminan kepastian yang sangat diperlukan bagi setiap warga bangsa negara yang merdeka,” ungkapnya.
Kata Jacob, atas dasar semua itu banyak kalangan yang mengharap adanya reformasi jilid dua. Meski tetap saja ada yang juga tidak menginginkan. Pertimbangannya pun sungguh beragam, termasuk mereka yang takut lantaran sedan nikmat-nikmat berada pada posisinya sekarang.
“Demikian juga dengan mereka yang takut karena trauma dengan pengalaman yang langsung dialaminya sendiri,” pungkasnya.