Kelompok teroris biasanya berasal dari orang Islam yang berfikir radikal seperti berlebihan di dalam memaknai ayat Al Quran dan hadis.
Demikian dikatakan Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Dr KH Nasaruddin Umar dikutip dari artikel berjudul “Cikal Bakal Terorisme”.
Kata Nasaruddin kelompok radikal yang menjadi bibit teroris ini tidak segan-segan menghina aliran dan mazhab yang dianut orang yang berbeda pendapat dengannya sebagai aliran sesat.
“Mereka mengambil sikap berlebihan kepada orang lain yang berbeda dengan pendapatnya, misalnya menuduh orang lain sebagai ahli bid’ah dan mengklaim diri sebagai ahli sunnah sejati, bahkan tidak segan-segan mengkafirkan dan memfatwakan kebolehan menghalalkan darah orang yang berbeda dengan pendapatnya,” ungkapnya.
Menurut Nasaruddin, kelompok radikal menganggap orang lain sebagai kelompok jahiliah modern, yang tak layak diikuti. Mereka mengharamkan bermakmum kepada orang yang berada di luar kelompoknya dan menganggap sia-sia shalat di belakang orang yang fasiq.
“Mereka juga menuduh ulama yang tidak sejalan dengannya sebagai ulama sesat (ulama’ al-su’) dan melecehkannya secara terbuka. Mereka selalu memisahkan diri dengan umat Islam yang tidak sejalan dengannya di dalam melakukan berbagai aktivitas, termasuk ibadah shalat berjamaah,” jelasnya.
Mereka tidak mau berpartisipasi dalam gagasan yang dirintis atau diprakarsai oleh orang-orang dari luar kelompoknya.
Kata Nasaruddin, kelompok radikal ini selalu beranggapan bahwa penafsiran yang berbeda dengannya salah, sekalipun secara logika dan kaedah keilmuan benar, mereka selalu yakin dengan pendapatnya yang dianggap paling benar. Mereka juga selalu aktif berdakwah di berbagai tempat sepertinya tak pernah kenal lelah.
Di dalam melakukan dakwahnya mereka selalu menyampaikannya secara eksklusif dan terang-terangan tanpa rasa takut atau canggung.
Kelompok radikal ini, menurut Nasaruddin tidak takut dengan segala risiko karena mereka sangat yakin Tuhan selalu bersamanya dan merestui perjuangannya. Mereka juga pintar mencari simpati dan perhatian masyarakat umum (grassroot) dengan menampilkan sesuatu yang berbeda dengan mayoritas.
Mereka selalu berusaha mengambil alih rumah ibadah dengan berbagai cara dari tangan orang lain, karena cara ini dianggap paling efisien dan efektif.
“Mereka juga solid di dalam mengumpulkan dana untuk mendanai seluruh kegiatannya. Umumnya mereka memiliki sumber dana rutin dan tetap dari para anggotanya, dan sesekali mendapatkan bantuan dana dari luar negeri,” pungkasnya.