Puisi Sukmawati Soekarnoputri yang mengandung penistaan agama Islam juga terindikasi bermuatan operasi intelijen.
Demikian dikatakan Ketua Presidium Musyawarah Rakyat Indonesia (MRI) Yudi Syamhudi Suyuti dalam pernyataan kepada suaranasional, Senin (9/4).
Kata Yudi operasi intelijen yang sengaja dibuat rumit. Dimana kerumitannya adalah soal bentuk sastra, seni dan budaya yang digunakan sebagai medianya.
“Sehingga masalah penistaan agama disini akan dicoba untuk ditenggelamkan dengan adu agumentasi njelimet lewat pendekatan linguistik, filsafat dan lain-lain,” paparnya.
Kata Yudi, operasi intelijen dengan penggiringan opini seolah ada situasi untuk melemahkan sekaligus menyudutkan umat Islam atas aksi-aksi massa, lalu ada gejala di ujungnya justru umat Islam yang disalahkan.
“Disalahkan karena reaktif, tidak mau berdialog dan intoleran. Seperti biasa, tuduhan klasik di alamatkan ke umat Islam,” papar Yudi.
Selain itu, kata Yudi, ada yang diharapkan lewat operasi puisi busuk (bu sukma) ini umat Islam terpancing emosinya lalu terjadi kerusuhan.
“Jika pancingan tersebut tidak kena, maka kasus sukma ini prosesnya dibuat sedemikian rupa dan tekanan massa kembali membesar. Lalu menjadi gelombang besar dan dianggap mulai meresahkan. Sehingga bisa saja terjadi penangkapan-penangkapan ulama dan aktivis jilid baru,” ungkapnya.
Kata Yudi, dalam operasi ini setelah terjadi penangkatan, umat Islam ingin diperlihatkan sebagai pihak yang dikalahkan oleh serangan budayawati satu orang. Yaitu Sukmawati Soekarnoputri.
Kata Yudi, intelijen tentu tidak tampak bagaimana operasi tersebut dijalankan dan siapa pengguna (user) operasi tersebut. Akan tetapi pada akhirnya aksi awal adalah kunci dari reaksi dan kelanjutan aksi berikutnya.
“Yang jelas, kelompok yang memainkan operasi ini mencoba mempengaruhi pemerintah, aparat keamanan dan masyarakat,” pungkasnya.