Diskriminasi Hukum, Bau Sangit Kasus MCA

Djudju Purwantoro, SH (IST)

Menurut Sekjen Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI) Djudju Purwantoro SH, bahwa Muslim Cyber Army (MCA ) sejati, adalah mereka dari berbagai kalangan/ lintas profesi; pemuda, mahasiswa, guru, dosen, dokter, pengacara, pengusaha, karyawan, dll.

Mereka dalam bermedsos memiliki ghiroh menyampaikan nilaii-nilai kebenaran, moral agama dan kritik sosial yang konstruktif. MCA sejati tidak memiliki struktur, pemimpin, dan tidak ada yang mendanai.

Mereka sebagai MCA sejati, tidak akan segan-segan, tdk akan bosan-bosan untuk terus suarakan kritik, kebenaran, dan keadilan, baik yang diarahkan kepihak lawannya, maupun ke rezim penguasa, tanpa harus melanggar hukum.

“Persepsi masyarakat. sekarang ini masih merasakan adanya diskriminasi dan kriminalisasi oleh aparat hukum, misal kepada ulama, ustadz danB golongan umat Muslim,” Kata Djudju di PN Jakpus, Rabu(21/3).

Kami sendiri sebagai salah seorang aktivis dan pengurus Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI), selalu berupaya dalam setiap kesempatan secara terus menerus baik melalui media OL, Radio, dan TV, menekankan terutama kpd aparat Kepolisian agar selalu bertindak sama dan adil dalam penegakkan hukum l(equality before the law), menerapkan secara konsisten due process of law dengan berpegang pada prinsip non diskriminasi, porposional dan profesional.

Sebagai contoh, atas orang-orang yang baru ini tertangkap dan mengaku sebagai MCA. Penyidik menduga bahwa sebagian dari mereka masih terkait atau sebagai anggota jaringan kelompok Saracen. Padahal, faktanya adalah bertolak belakang (tidak sesuai) dengan apa yang digembar- gemborkan selama ini, baik oleh polisi maupun media, ternyata tidak terbukti. Dakwaan JPU maupun fakta-fakta di persidangan yang selama ini mengatakan bahwa Saracen adalah ; kelompok yang terstruktur, pabrik ujaran kebencian, penyebar Hoax, motif uang, dikendalikan oleh tokoh Politik, dan ada pendananya, adalah hanya angan-angan belaka.

Sementara dakwaan JPU terhadap Jasriadi yang dikatakan sebagai tokoh/otak dari Saracen adalah melanggar Akses ilegal, sesuai pasal 46 ayat (2) Jo.pasal 30 ayat (2) UU No. 19 tahun 2016, tentang Perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE. Sementara itu Jasriadi hanyalah seorang anak muda biasa yang kreatif, berprofesi sebagai wirausaha jasa pembuatan Webs, yang juga alumni 212.

Demikan halnya atas Vonis 5bulan 15hari yang sdh dijatuhkan kepada Asma Dewi baru-baru ini. Tidak terbukti ada kaitannya dengan Saracen, yang selama ini Asma Dewi selalu dikaitkan (transfer dana), dan terlibat dengan Saracen atau dituduh sebagai Bendahara Saracen.

Saat ini juga tampak ada sinyalemen, upaya-upaya untuk menarik-narik kembali terhadap mereka yang tertangkap adalah juga bagian dari sindikat Saracen. Kami tetap berharap agar Polisi mengedepankan asas praduga tak bersalah (dur process of law), tidak tebang pilih, bertindak adil kepada semua golongan dalam upaya penegakkan hukum, sebelum adanya keputusan majelis hakim yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).

“Persepsi masyarakat masih galau, ada rasa ketidakpercayaan (distrust) atas penegakkan hukum oleh penguasa (rezim) ini. misal kasus Ade Armando, yang kebetulan kami sebagai penggugat di pra peradilan sejak awal september 2017, karena status TSKnya dibatalkan oleh Polda Metro Jaya. Alhamdulillah, kami dpt memenangkan gugatan tsb, shg Ade Armando statusnya menjadi TSK kembali, tapi ternyata sampai saat ini tidak juga tampak perkembangan proses hukumnya. Seolah-olah yang bersangkutan seperti orang yang tidak tersentuh (kebal hukum),” Kata Djudju terheran-heran.

Demikan halnya atas kasus-kadus (medsos lainnya), hoax, kebencian, ancaman, penistaan agama lainnya spt; Victor Laiskodat, Nathan Suwanto, Ge Pamungkas, Joshua Suherman, Ananda Sukarlan, Sthepen yang menyebutkan pribumi tiko kepada seorang gubernur dll? Bagaimana pula atas situs-situs seperti; jasmev, seword, pandawa, @digembok, dan lainnya, mengapa mereka seakan dibiarkan merajalela?

Dalam penegakkan hukum, yaitu pemberantasan Hoax, fitnah dan ujaran kebencian melalui medsos, kami (advokat) sebagai bagian elemen penegak hukum sepakat, mendukung dan kita wajib meletakan hukum sbg panglima diatas kepentingan apapun, dan tanpa intervensi (netral) dari pihak manapun,” Tegas Djudju selaku Kuasa Hukum dari Jasriadi/ Saracen; Jonru Ginting; DR. Alfian Tanjung.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News