Kondisi ekonomi di bawah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) nol derajat dan pertumbuhannya sangat melambat.
Demikian dikatakan Wakil Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Mukhaer Pakkana, SE,M.Si kepada suaranasional, Jumat (9/2).
Kata Mukhaer, onderdil di tingkat mikro masih kepayahan dan kurang sentuhan afirmatif karena semuanya dikalkulasi secara politis.
“Ekonomi rakyat terseok-seok; pemihakan pada petani dan nelayan lips services serta sekadar menggugurkan kewajiban program alias proyek; program kemitraan penuh intrik, instan, dan kurang ketulusan; inovasi rakyat dan kaum terpelajar kurang diapresiasi, dan seterusnya,” jelas Mukhaer.
Adakah ini semua menandakan bahwa ekonomi Indonesia sudah masuk dalam middle income trap yg acap membayangi negara2 berkembang? Apakah ini ”takdir” sebelum Tuhan ”menakdirkan kita”? Jebakan itulah yag memantik ekonomi bergerak stagnan, sehingga Bapak Presiden pun terjebak dalam kegalauan yang amat sangat.
Selain itu, ia mengutip pemikir strukturalis Johan Galtung “Peace by Peaceful Means: Peace and Conflict, Development and Civilization”, Oslo, (1996). Galtung menyebut, ada enam aliran pemikiran ekonomi yang disimbolkannya Warna-Warni.
“Ada tiga warna dasar yakni: Merah, Biru dan Hijau. Biru adalah lambang ekonomi kapitalis yg berintikan pasar dan modal. Warna Merah mewakili ekonomi sosialis yg bertumpu pada negara dan kekuasaan. Sedangkan warna Hijau mewakili ekonomi Dunia Ketiga yang sedang berkembang. Ketiga aliran yg lain merupakan ekonomi campuran,” jelasnya.
Kata Mukhaer, pengertian “campuran” menurut Galtung, yakni Pertama, campuran antara Biru, Merah dan Hijau, yang menjadi warna Merah Muda atau Merah Jambu (pink). Representasi aliran Merah Muda ini adalah negara-negara Eropa Barat minus Inggris, terutama negara-negara Nordic, yaitu negara-negara mengikuti konsep negara kesejahteraan.
“Sedangkan campuran antara warna Biru dan Merah menghasilkan warna Kuning diwakili oleh negara-negara Timur Jauh, khususnya Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapur, yang menggabungkan secara tegas unsur-unsur pasar dan negara, modal dan kekuasaan.
Kata Mukhaer, aliran pemikiran lain yg disebutnya adalah campuran antara Hijau, Merah Muda dan Kuning yang dinilai sebagai kombinasi yang ideal, karena tidak langsung mencampur warna Biru dan Merah. Aliran ini masih merupakan “angan-angan”, belum ada representasinya.
“Jadi pertanyaan apakah kegalauan Presiden Jakowi, yg kemudian memicu jebakan kelas menengah (jebakan pendapatan perkapita US$3.500) terkait ketidakjelasnya “jenis kelamin“ yang dimiliki oleh arah dan orientasi ekonomi Indonesia? Ataukah ekonomi Indonesoia bergerak, sesuai makna kategoris Galtung menuju campuran antara Hijau, Merah Muda dan Kuning? Berarti ekonomi Indonesia masih dalam angan2 alias mimpi. Ataukah Presiden dalm keadaan mengigau?” pungkas Mukhaer.