Terbunuhnya salah satu pengawal Ketua Umum Partai Gerindra Letjen (Purn) Prabowo Subianto Fernando Wowor oleh anggota Brimob menunjukkan adanya “Tirani Polisi”
“Kejadian paling akhir yang sangat menyedihkan adalah terbunuhnya Fernando Wowor oleh anggota Brimob. Ini adalah wujud dari apa yang saya sebut terdahulu “Tirani POLRI”,” kata mantan Komandan Marinir, Letjen Marinir (purn) Suharto kepada intelijen melalui whatsapp, Selasa (23/1).
Kata Suharto, baik rekayasa kejadian, pemberitaan dan pemeriksaan oleh Polri dapat dipastikan ke mana arahnya terbunuhnya Fernando Wowor oleh anggota Brimob.
“Saya khawatir ini tidak dijalankan. Yang muncul adalah kecongkakan polisi akibat “power syndrom “, aku polisi, aku Brimob. Kalau ini dibiarkan, ini akan menumpuk rasa kebencian terhadap Polri yang pada gilirannya akan merapuhkan NKRI,” jelasnya.
Selain itu, Suharto juga terkesima dengan pernyataan Kapolri bahwa anggota Polri yang mencalonkan diri di pilkada bisa kembali ke Polri bila gagal.
“Bagi saya semua ini adalah power syndrom polri akibat Kecurangan/ manipulasi berfikir Polri yg didukung oleh media mainstream yang sudah berpihak / tidak netral,” jelasnya.
Menurut Suharto, pernyataan Kapolri ini terlihat Polri seakan menantang semua semua aturan, karena merasa negara ini bukan lagi negara hukum, negara ini “Negara Polisi “.
“Ironisnya ini akan berjalan terus, karena pembiaran oleh pemimpin negara. Saya masih ingat saat di TV presiden mengomentari tentang kabinet ” biar saja menteri ada yang mau dangdut, ada yg kroncong, ada yang pop dll “. Saya terkesima jadi mereka berjalan sendiri sendiri, tidak ada derigen, tidak ada lagu yang dimainkan bersama,” pungkasnya.