Presiden Joko Widodo (Jokowi) gagal membangun ekonomi dengan ditandai menurunnya daya beli masyarakat dan naiknya harga berbagai kebutuhan pokok.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Arief Poyuono kepada suaranasional, Sabtu (16/12). “Klaim Jokowi bahwa daya beli tidak turun karena berpindahnya cara transaksi pembelian masyarakat dari offline ke online tak bisa lagi jadi alasan,” kata Arief.
Menurut Arief, riset AC Nielsen yang menyebutkan perlambatan pertumbuhan FMCG Indonesia di tahun 2917 bukan semata-mata dipengaruhi langsung oleh tumbuhnya e-commerce di Indonesia. Angkanya, core products FMCG e-commerce hanya mencapai kurang lebih 1% dibandingkan dengan penjualan offline secara total.
“Tahun 2018 akan jadi tahun politik dengan disertai daya beli masyarakat yang akan semakin menurun drastis pada masyarakat kelas bawah dan menengah. Salah satu sebabnya adalah karena turunnya take home pay (THP/Gaji total) dari masyarakat,” kata Arief.
Penyebab lainnya, kata Arief merujuk temuan AC Nielsen, akibat kenaikan harga-harga produk consumer food dimana masyarakat kelas menengah-bawah mengalami kenaikan living cost (biaya hidup) akibat kenaikan tarif listrik, gas, BBM dan biaya transportasi. Sampai-sampai, konsumsi mie instan, susu bubuk, kopi sampai minuman mengalami penurunan konsumsi oleh Masyarakat karena pendapatan yang menurun nilainya akibat kenaikan harga harga.
Sementara masyarakat kelas menengah atas masih menunggu situasi di mana mereka hanya ‘wait and see’. Untuk melakukan pembelian barang barang diluar kebutuhan bahan pokok sehari hari
“Tahun 2018 adalah tahun politik. Sudah sangat jelas kalau nanti Jokowi yang punya syahwat politik untuk kembali berkuasa, tidak akan lagi fokus mengurusi masalah perekonomian Indonesia, dan tentu saja semoga tidak ada krisis ekonomi tahun 2018,” kata Arief