Reuni akbar reuni 212 digelar di Monas karena kebijakan Rezim Joko Widodo (Jokowi) yang makin buruk terhadap umat Islam dengan tuduhan makar, saracen dan sebagainya.
“Reuni 212 digelar karena sikap pemerintah terhadap umat Islam yang makin buruk pasca kekalahan Ahok bahkan ada paksaan pasal makar saracen, ujaran kebencian dan sebagainya,” kata Pengurus Pusat MUI, Anton Tabah Digdoyo kepada suaranasional, Senin (4/12).
Kata Anton, saat ini faktanya, berbagai kasus penistaan agama, ujaran kebencian yang dilakukan nonmuslim tidak tersentuh hukum. “Andai smua ini tidak terjadi tidak akan ada reuni 212 dan saya orang pertama yang akan menolak reuni 212 tersebut,” ungkap Anton.
Menurut Anton, sikap rezim seperti itu tidak ada cara lain kecuali umat harus tingkatkn frekuensi jihadnya. “Lihat ekperimentasi politik repsesif pada umat Islam pasca kekalahan telak Ahok Rezim Jokowi dalam jalankan kekuasaanya, mengancam Islam, NKRI, UUD 45 dan Pancasila,” papar Anton.
Ia mengatakan, reuni 212 upaya menyadarkan Rezim Jokowi menghentikan tuduh umat Islam radikal, SARA, makar, intoleran, tidak Bhinneka Tunggal Ika dan sebagainya karena yang dilakukan umat Islam tak satupun yang melanggar UUD 45 dan UU lainnya.
“Hentikan pemberangusan media-media umat Islam melalui Facebook, Twitter, Whatsapp, Instagram dan lain-lain yang sering diblokir tanpa hukum,” ungkapnya.
Anton meminta mencabut putusan MK tentang Aliran Kepercayaan yang akan menyuburkan aliran sesat menafikan agama-agama dan aqidah Islam (deislamisasi).
“MUI wajib ingatkan Jokowi jangan pro PKI dengan bilang PKI bukan ancaman Pancasila, juga pidato mendagri yang bilang Perpu Ormas bukan untuk faham komunisme yang sedang tumbuh cepat di Indonesia saat ini. MUI harus menyadarkan rezim agar jangan zalim dan jangan menyepelekan umat Islam,” pungkasnya.