Filosofis gerakan 212 pada 2 Desember 2017 memasuki tahap ujian tahun pertama. Meski tidak mampu menyamai jumlah pada Jumat 2 Desember 2016 yang menyedot partisipasi 7.222.222 orang simpatisan dari seluruh penjuru tanah air kala itu.
Namun kehadiran lebih dari 1 juta orang pada Sabtu 2 Desember 2017 ini masih membuktikan soliditas dan solidaritas umat muslim terhadap kondisi Indonesia saat ini.
“Yang terpenting bukan lahirnya terlihat seperti karnaval atau aksi selfi-selfian,” kata Suta Widhya SH salah seorang anggota LBH Bang Japar.
Ada pesan penting yang disampaikan oleh massa di lapangan, bahwa pribumi harus lebih diperhatikan oleh pemerintah saat ini.
Sikap gotong-royong seluruh partisipan terlihat jelas. Pasukan pembersih sampah terlihat jeli mengamati ceceran sampah organik dan non organik yang berada di sekitar area Reuni Akbar alumni 212.
Terlihat banyak lelaki berpakaian pasukan para terlihat mengatur lalu lintas perjalanan orang yang lalu lalang. Mereka terlihat gembira hadir di acara yang tanpa terasa tengah berumur satu tahun.
“Tapi pesan penting yang disampaikan oleh massa di lapangan, bahwa pribumi harus lebih diperhatikan oleh pemerintah saat ini.Kami melihat pesan itu juga yang tengah dikomunikasikan oleh massa. Anda tahu, bahwa kasus Ahok bukan titik kulminasi sikap pribumi di nusantara ini. Tapi, itu barulah letupan kecil sikap tegas mereka saat melihat penegakan hukum tidak berjalan ketika hukum berhadapan dengan keturunan nonpri,” ujar Suta.
Suta yang juga Sekjen dari Front Pribumi, pimpinan dari Ki Gendeng Pamungkas menilai bahwa selama ini mental bangsa ini kudu berevolusi.
Mental yang bangga jadi jadi babu dari bangsa lain harus dikikis habis. “Ini tanggung-jawab Presiden Republik Indonesia, bukan pimpinan partai, pimpinan ormas, apalagi pimpinan LSM dalam mencanangkan sebuah revolusi,” papar Suta.
“Anda tahu, bahwa kasus Ahok bukan titik kulminasi sikap pribumi di nusantara ini. Tapi, itu barulah letupan kecil sikap tegas mereka saat melihat penegakan hukum tidak berjalan ketika hukum berhadapan dengan keturunan nonpri,” lanjut Suta.
Mental yang bangga jadi jadi babu dari bangsa lain harus dikikis habis. “Ini tanggung-jawab Presiden Republik Indonesia, bukan pimpinan partai, pimpinan ormas, apalagi pimpinan LSM dalam mencanangkan sebuah revolusi,” pungkas Suta.