Pengacara Setya Novanto (Setnov), Otto Hasibuan berpandangan realitis jika kliennya kalah dalam sidang praperadilan melawan KPK.
Setnov diminta harus siap menghadapi segala kemungkinan. Termasuk ketika praperadilan yang diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berhasil.
Menurutnya, kasus korupsi e-KTP yang disematkan kepada Setya Novanto lebih baik disidangkan di Pengadilan Tipikor.
“Saya fokus seadainya praper itu nggak berhasil, sebagai lawyer ya sidang saja,” ujarnya di Gedung KPK, Kamis malam (23/11).
Kata dia, jika terus mengandalkan praperadilan, tidak ada jaminan KPK menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto.
“Saya pikir ini natural saja. Sekarang atau besok pasti akan sidang kan. Umpanya praper Setya Novanto menang lagi, kalau kalah lagi gimana? Itu kan ending story kan. Abadi terus itu,” jelas Otto.
Karenanya, dia meminta kepada Setya Novanto untuk mempertimbangkan segala kemungkinan itu. Sebab, nasib kliennya tidak seperti beberapa praperadilan yang disidangkan terlebih dahulu.
Salah satunya, praperadilan yang diajukan Budi Gunawan. Ketika itu, kasus dugaan rekening gendut terhenti penyidikannya di KPK, usai Hakim PN Jaksel Sarpin Rizaldi menghapus status tersangkanya.
“Nasib Anda tidak sama seperti Budi Gunawan. Nasib anda tidak sama dengan mereka. Novanto anak walon, mereka anak mas. Kira-kira gitu,” katanya menceritakan percakapan dengan Setya Novanto.
Diketahui, KPK resmi menahan Setya Novanto pada Minggu malam (19/11).
Selaku anggota DPR periode 2009-2014, Setya Novanto bersama-sama Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Dirjen Dukcapil, dan Sugiharto sebagai pejabat di lingkup Kementerian Dalam Negeri, diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau koorporasi, menyalahgunakan wewenang atau jabatan yang ada padanya saat itu.
Mereka diduga merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 2,3 triliun dengan nilai paket pengadaan Rp 5,9 triliun, dalam pengadaan paket KTP elektronik 2011-2012 di Kemendagri.
Atas dasar itu, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang Tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.