BUMN di Era Jokowi Disandera Utang dan Siap Dijual

Jokowi (IST)

Saat ini utang utang BUMN sebenarnya telah berada pada level yang cukup mengkuatirkan, terutama BUMN yang berkaitan erat dengan pemenuhan hajat hidup masyarakat banyak.

“Tahun 2016, tiga bank BUMN yakni  Bank Mandiri, Bank BNI, dan bank BRI dipaksa mengambil utang dari China untuk membiayai taipan Indonesia yang tengah sekarat. Pinjaman dari China  (China Development Bank (CDB) senilai US$ 3 dolar dibagi bagikan kepada taipan dan oligarki penguasa nasional,” kata pengamat ekomomi politik Salamuddin Daeng kepada suaranasional, Kamis (23/11).

Kata Salamuddin, dana pinjaman CBD oleh Bank Mandiri digunakan juga untuk membeli saham PT. Newmont Nusa Tenggara sebuah perusahaan tambang yang mau tutup dan gagal mengembangkan operasinya di Nusa Tenggara Barat.

“Sebelumnya pemerintah beralasan utang ke China adalah untuk membangun infrastruktur. Padahal utang bank BUMN sudah mengkuatirkan dan terancam bangkrut,” ungkapnya.

Ia mengatakan, krakatau steel memilili utang sebesar 1,617 juta US dolar atau sekitar Rp. 21,829 triliun, memiliki aset sebesar 3,072 juta dolar. Krakatu steel debt to equity ratio sebesar 90,79 % kondisi keuangan yang mengkuatirkan.

“Di tengah proyek pembangunan infrastuktur besar besaran yang dilakukan Jokowi ternyata krakatau steel yang seharusnya menjadi penyuplai utama kebutuhan bahan baku tidak mendapat keuantungan apapun. Perusahaan ini mengalami kerugian senilai 320 juta USD atau sebesar Rp. 4,32 triliun (laporan Reuters 2015),” ungkapnya.

Kata Salamuddin, BUMN energi yang tidak kalah parah menjadi bancakan penguasa adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN).  Sebuah perusahaan bancakan yang sangat empuk dewasa ini.

Menurut Salamuddin, PLN memenuhi ambisi pemerintah membangun mega proyek 35 ribu megawatt. Sebuah mega proyek yang menjadi bancakan asing dan taipan. Darimana sumber dananya? Tidak lain dari utang baik melalui tangan PLN langsung maupun menggunakan tangan Negara.

“Utang PLN telah mencapai Rp. 500,175 triliun. Ini merupakan perusahaan dengan rekor tertinggi dalam mengambil utang. Total utang PLN sebelum revaluasi asset telah lebih dari 100 % dari total asset,” paparnya.

Sementara laba bersih PLN berdasarkan laporan keuangan mereka hanya tahun 2016 sebesar Rp 10,5 triliun. Pencapaian tersebut turun dibandingkan laba bersih 2015 yang sebesar Rp 15,6 triliun.

Pertanyaannya sampai kapan perusahaan ini dapat membayar utangnya?. Meskipun keluruh keuntungan untuk bayar utang maka dalam tempo 50 tahun belum lunas.

Besarnya utang BUMN tersebut akan semakin menghilangkan kesempatan BUMN untuk mengabdi pada kepentingan bangsa, negara dan rakyat. BUMN dimasa yang akan datang sibuk mengurusi meningkatnya kewajiban utang dan akan mendorong mereka justru mengambil bagian untuk mencekik masyarakat dengan meningkatkan harga dari layanan public, menaikkan tarif listrik, manaikkan tarif tol, menaikkan harga BBM, dan mencekik rakyat dengan bunga tinggi.

“Sementara sisi lain Perintah Presiden Jokowi agar BUMN jual aset sambil menyuntikkan dana melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) merupakan langkah pamungkas untuk menjadikan BUMN  sebagai bancakan asing, para taipan dan oligarki penguasa,” pungkasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News