Hingga 2 bulan menjelang beralihnya peran pengelolaan (operatorship) Blok Mahakam dari Total E&P Indonesie (TEPI) kepada Pertamina, Kementerian ESDM belum juga menetapkan persentase saham yang akan ditransfer (share-down) oleh Pertamina.
“Biaya yang harus dibayar oleh TEPI dan Inpex kepada Pertamina untuk transfer tersebut pun belum jelas,” kata Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara kepada suaranasional, Rabu (1/11).
Marwan meminta untuk diwaspadai karena keterlambatan penetapan persentase dan harga saham tersebut dapat mengganggu kelancaran produksi migas dan berpotensi menimbulkan terjadinya KKN oleh oknum-oknum terkait.
Kata Marwan, hingga saat ini publik belum memperoleh informasi terbuka dari Menteri ESDM perihal rencana penaikan share-down saham Pertamina menjadi 39% di Blok mahakam.
“Berdasarkan informasi yang diperoleh IRESS, justru Kementrian ESDM-lah yang meminta Pertamina untuk segera mengajukan permohonan kepada pemerintah/KESDM agar diberi izin melakukan share-down hingga 39%,” ungkap Marwan.
Rakyat patut pula waspada atas besarnya biaya yang akan dibayar oleh TEPI dan Inpex atas akuisisi saham Blok Mahakam, yang nilainya berbanding lurus dengan cadangan terbukti migas yang tersisa.
Ia mengatakan, makin besar cadangan terbukti tersebut, maka makin besar dana yang harus dibayar TEPI dan Inpex kepada Pertamina. Masalahnya, selama ini besarnya nilai cadangan tersebut belum pernah dinyatakan oleh Kementrian ESDM secara resmi. Hal ini berpotensi untuk dimanipulasi dan membuka kemungkinan terjadinya korupsi!
Kata Marwan, potensi terjadinya KKN atau KORUPSI dalam proses share-down saham Pertamina di Blok Mahakam cukup besar. Kerakusan, moral hazard, perburuan rente dan kepentingan memupuk dana guna logistik Pemilu 2019 oleh oknum-oknum tertentu akan menjadi pendorong terjadinya kejahatan tersebut.
“Oleh sebab itu, IRESS meminta agar KPK dan DPR RI ikut memantau dan jika perlu, terlibat aktif mengawal proses penyelesaian transfer saham tersebut dalam 2 bulan ke depan,” pungkasnya.