Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi (Tuan Guru Bajang) diumpat pribumi tiko dianggap biasa bahkan kasusnya mengendap tetapi saat Anies Baswedan sebut pribumi banyak yang marah.
“Jika kini dilarang gunakan kata-kata pribumi kenapa penghina Gubernur NTB beberapa waktu yang lalu dibiarkan padahal lebih menyakitkan dengan kata-kata pribumi tiko pribumi tikus atau babi?” kata Dewan Pakar ICMI Anton Tabah Digdoyo kepada suaranasional, Rabu (18/10).
Anton mengatakan, kata pribumi adalah wajar di negara manapun ada apalagi dalam konteks sejarah kemerdekaan negara Republik Indonesia. “Pribumilah yang sungguh-sungguh berjuang memerdekakan negara Indonesia,” ungkap Anton.
Kata Anton, pidato Anies menggunakan kata pribumi konteksnya era penjajahan Belanda.
“Warga menyaksikan langsung orang Belanda menjajah Indonesia. Hal ini tentu berbeda dengan mereka yang berada di daerah. Meski tahu adanya penjajahan di Indonesia tapi yang langsung menyaksikan itu warga Jakarta,” ungkap Anton.
Anton mengatakan, ada pejabat publik yang bicaranya kasar bahkan penuh umpatan tetapi dibiarkan bahkan dipuji. “Pak Anies cuma gunakan majas eufemisme dan alusio sejarah kok malah dibully?” kata Anton.
Selain itu, ia mengatakan, jika kita dilarang gunakan kata pribumi lama-lama akan kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa dan telah diperkuat scara konstitusioanal.