Dedi Mulyadi, Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat mengaku pernah diminta Rp 10 miliar oleh seseorang yang mengaku dekat dengan petinggi DPP Golkar.
Diduga uang itu untuk bisa mendapatkan dukungan maju menjadi calon gubernur Jabar pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jabar 2018.
“Jadi ada orang bukan pengurus DPP (Golkar), tokoh, yang mengaku memiliki kedekatan (dengan DPP Golkar), bisa jadi kepentingannya personalia, itu aja,” beber Dedi usai menggelar pertemuan dengan kader di Kantor DPD Golkar Jabar, Kota Bandung, Selasa (26/9/2017).
Dedi mengatakan, permintaan orang tersebut memberikan kepastian akan mengeluarkan surat rekomendasi dari DPP Golkar untuk pencalonan Dedi Mulyadi di Pilkada Jabar. Namun permintaan uang itu, kata Dedi, tidak dikabulkan, dan tidak mempersoalkan jika rekomendasi dari DPP Golkar tidak diterbitkan.
“Ketika saya tidak bisa memenuhinya, dia mengatakan rekomendasinya tidak akan keluar,” lanjut Bupati Purwakarta itu.
Ia menyampaikan, uang yang diminta Rp 10 miliar bertujuan untuk memperlancar keluarnya SK pengusungan Dedi Muyadi sebagai calon gubernur Jabar.
Menurut dia, persoalan uang itu tentu menjadi pertanyaan tentang ada yang tidak benar di DPP Golkar. Selama ini, kata Dedi, dirinya selalu berkoordinasi dengan DPP Golkar terkait persiapan Pilkada Jabar dan terus menjaga solidaritas partai.
“Sikap saya adalah, kalau Dedi Mulyadi harus dikorbankan untuk kebesaran partai, saya siap mengorbankan diri, bahkan, menghilangkan jabatan Ketua DPD pun saya siap kalau itu untuk kebaikan partai,” tegasnya.
Ia menambahkan, DPP Golkar untuk tidak melupakan pengalaman pada Pilgub Jabar sebelumnya yang tidak dimenangkan Golkar, padahal calonnya berdasarkan survei memiliki elektabilitas tinggi. “Pilgub Jawa Barat kandidat tertinggi dua kali jatuh ke posisi ketiga,” ucapnya.
Sebelumnya, sejumlah kader Golkar di Jabar menggelar aksi menuntut DPP Golkar untuk segera menerbitkan rekomendasi kepada Dedi Mulyadi sebagai calon gubernur di Pilkada Jabar. Aksi tersebut juga menyampaikan kecaman dan meminta DPP Golkar tidak melakukan praktik politik transaksional karena Partai Golkar adalah milik rakyat.