Oleh: Irkham Fahmi Al-Anjatani
Pengasuh Ma’had Nurul Falah-Cirebon
Di masa orde lama, NU merupakan bagian dari anggota MASYUMI. Bahkan, NU pula yang turut membidani lahirnya MASYUMI. Ulama-ulama yang tergabung dalam Majlis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI) ini dari awal sepakat, bahwa Indonesia harus dijadikan sebagai negara Islam.
Di tengah perjalanan, PKI bermanuver di rezim Soekarno. Mereka mau diakui eksistensinya di Indonesia. Diusulkanlah oleh Soekarno kabinet NASAKOM (nasionalis-agamis-komunis). Dari kalangan agamis, MASYUMI, pun menolak. Bagi mereka, umat Islam tidak boleh bersekutu dengan orang-orang yang anti Islam.
Soekarno pun merayu NU, yang merupakan bagian dari MASYUMI. Hingga akhirnya NU pun terpengaruh, dan NU memilih bergabung dengan kabinet NASAKOM.
Meski banyak kiai yang tidak setuju, NU akhirnya keluar dari MASYUMI, dan menjadi partai sendiri. Mereka lebih memilih berpisah dengan saudara-saudara muslimnya di MASYUMI, daripada harus meninggalkan kabinet NASAKOM Soekarno.
Karena MASYUMI paling lantang menyerukan tegaknya syariat Islam, dan sering mengkritik komunisme di rezim ini, akhirnya MASYUMI pun dibubarkan oleh Soekarno melalui dekritnya. Sementara itu, NU masih tetap tergabung dalam kabinet NASAKOM.
Dan akhirnya, tepatlah apa yang sudah diperkirakan oleh ulama-ulama di MASYUMI, ketika sudah mulai kuat, PKI berkhianat. Pesantren-pesantren dibakar, kiai-kiai dibantai, umat Islam yang sedang sholat dipenggal lehernya. Tidak peduli apakah itu NU atau bukan, semuanya dibantai. Nusantara pun banjir darah karena kebiadaban PKI.
Barulah pada saat itu ulama-ulama NU sadar akan kejamnya PKI. Mereka membentuk BANSER guna membantu TNI dan umat Islam lainnya menumpas PKI dari bumi pertiwi.
Peristiwa ini seringkali dikisahkan oleh ulama-ulama NU dan para tentara veteran (penumpas PKI) dengan penuh semangat. Bahkan, konon ada salah seorang tokoh PKI di Cirebon (Sudiryo) yang kabur ke Sumedang, ketika ia tertangkap oleh TNI, untuk mengelabui TNI, disepanjang jalan ia menyanyikan lagu ”Indonesia Raya”, walaupun akhirnya ia tetap ditembak kepalanya.
Wahai warga NU!, harusnya sejarah ini kalian jadikan pelajaran !!!
Tapi, akankah sejarah kembali terulang ? pimpinan-pimpinan kalian disana lebih memilih berkomplot dengan orang2-orang yang anti Islam, daripada harus bersatu dengan saudara-saudara muslimnya yang lain. Bahkan, pimpinan GP Ansor sudah berani terang-terangan mengatakan bahwa, “PKI itu tidak berbahaya”. _ Dengan berbagai alasan, Dia lebih memilih berkoalisi dengan PKI daripada dengan saudara-saudaranya yang seakidah, tanpa mau belajar dari sejarah.
Hasbunallah wani’mal wakiiL
Cirebon, 20 Juli 2017