Presiden Joko Widodo (Jokowi) gagal memecah kekuatan politik Islam setelah mengundang aktivis GNPF MUI.
“Setelah pertemuan GNPF-MUI dan Jokowi, tuntutan Habib Rizieq Shihab dan Presedium Alumni 212 malah semakin banyak dan meningkat. Artinya Jokowi gagal pecah kekuatan politik Islam,” kata pengamat politik Muchtar Efendi Harahap kepada suaranasional, Rabu (5/7).
Kata Muchtar, kekuatan politik Islam makin menguat dengan masih kuatnya memandang partai penguasa pendukung penista agama.
“Penguatan kekuatan Islam ini bermula dari pengukuhan Ahok sebagai Gubernur DKI awal 2015. Umat Islam di DKI menolak Ahok karena diklaim kafir. Selanjutnya kasus Ahok nista Agama Islam, serta kekalahan Ahok dukungan Rezim Jokowi dalam Pilgub DKI lalu,” ungkap Muchtar.
Karena kekuatan Islam oposisional terhadap Rezim Jokowi kian meluas dan menguat, Menurut pandangan Muchtar juga turut menggerus elektabilitas Jokowi terus menerus.
“Dari di atas 50 persen, kini menjadi di bawah 50 persen, bahkan sudah mendekati 40 persen,” sebut Muchtar.
Lebih lanjut diperkirakannya, tahun 2018 ini akan terus menurun hingga dibawah 30 persen. Kesadaran akan merosotnya elektabilitas Jokowi ini, menurutnya semakin menguatkan kekuatan Islam anti Rezim Jokowi.