Kini muncul fenomena teroris lone wolf akibat mudahnya informasi radikal.
Jusuf Kalla Wakil Presiden RI menyebutkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tak mampu memblokir seluruh informasi berupa ajaran radikal di jaringan internet.
Karena hal itu dinilai sebagai salah satu sebab internet masih menjadi medium paling efektif untuk menyebarkan informasi yang bisa mempengaruhi seseorang melancarkan serangan teror.
“Antisipasinya kan selalu pemerintah menugaskan Menkominfo untuk men-delete, memblokir (informasi radikal). Tapi karena miliaran data di situ, jadi tidak semua bisa diblokir. Miliaran data yang ada di internet itu,” papar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (4/7/2017).
Padahal, JK menyampaikan, keberadaan informasi radikal di internet bisa dituding sebagai salah satu penyebab serangan teror belakangan kembali marak.
Dua serangan teror yang menjadi sorotan dan terjadi baru-baru ini adalah penyerangan personel Kepolisian di Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara pada Minggu (25/6/2017), serta penyerangan dua anggota Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian RI (Polri) di Masjid Falatehan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Jumat (30/6/2017).
Pelaku kedua penyerangan dicurigai ‘lone wolf’ atau teroris yang bertindak sendiri tanpa ada afiliasi dengan kelompok teroris tertentu. Menurut JK, fenomena teroris lone wolf muncul akibat mudahnya informasi radikal diakses melalui jaringan internet.
“Jadi itu pengaruh teknologi. Yang radikal itu tak hanya orang yang mencuci otak. Teknologi juga menyebabkan orang radikal. Itu tandanya lone wolf itu. Karena yang mengajarkan itu bukan orang. Mereka membaca, di internet, dan sebagainya.” pungkas JK