Biadab, Warga Etnis China Bentak dan Ucapkan Kata-kata Kotor ke Gubernur NTB

Kelakuan sangat buruk diperlihatkan warga etnis China bernama Steven Hadisurya Sulistyo terhadap Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) DR Zainul Majdi Al Hafidz.

Steven membentak gubernur yang hafal Al Quran itu di Bandara Changi Singapura saat check in di counter Batik Air pada Minggu 09 April 2017.

Saat kejadian tersebut, Steven Handi Surya mencaci maki Gubernur NTB dengan perkataan kotor seperti ‘tiko’ yang berarti tikus kotor. 

Steven Handi Surya di laman facebook-nya mengaku alumni USC Marshall School of Business Los Angeles, California dan alumni Sekolah Katolik Tunas Muda International School Jakarta.
Majdi sendiri yang merupakan seorang hafidz Qur’an 30 juz mengaku telah memaafkan perilaku kasar warga keturunan China tersebut.

“Saya udah maafkan, tak perlu diperjelas kembali,” jelasnya kepada awak media pada Kamis (13/4).

Sebelumnya pelaku sempat enggan meminta maaf atas perkataan kasarnya tersebut.

“Sebelumnya ia bersikeras gak mau, namun akhirnya dijadikan pembelajaran aja,” jelasnya.

Namun akhirnya pelaku membuat surat pernyataan permintaan maaf pada hari itu di Bandara Soekarno Hatta sehingga Majdi tidak memperpanjang insiden itu.

“Saya udah pegang surat permohonan maafnya. Dalam itu terlihat bahwa menjaga perkataan itu sangatlah penting. Republik ini dibentuk dengan nilai-nilai yang baik serta dengan toleransi. Jadi tak perlu diperpanjang, apalagi dengan nuansa yang sensitif,” ujar Majdi.

Berikut detil kejadian yang dijelaskan oleh Majdi yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) kepada penanya (N). Percakapan tersebut diunggah oleh salah satu netizen bernama Syamsul Maarif Ab di laman Facebook-nya pada Kamis (13/4).

N: Tuan Guru Bajang, gimana cerita kejadian itu?

TGB: Tendensi rasis Pak.

N: Betul. Tapi jika boleh tau gimana kejadiannya?

TGB: Saya dan istri sedang antri, lalu ada rombongan kecil mengaku mengantri sebelumnya marah-marah. Kami mengalah lalu pindah lane, terus diumpat-umpat. Ada sekelompok orang yang makin sombong di Republik ini Pak. Mereka pikir uang bisa membeli segalanya.

N: Maksudnya mereka sudah antre duluan?

TGB: Nggak Pak. Saya dan Istri datang duluan. Mereka nggak ada.

N: Terus?

TGB: Kami antri, saya keluar antrian ke salah satu petugas untuk tanya info penerbangan, istri tetap di jalur antrian. Mereka datang belakangan. Saya balik gabung istri mereka ngamuk. Mereka pikir itu bukan istri saya awalnya. Malu mungkin lalu mengumpat-umpat. Kami mengalah pindah antrian masih terus diumpat. Saya adukan ke polisi setiba di jakarta.

Saya memutuskan mengadu setelah mengetahui arti kata “tiko”. Rupanya mereka punya sebutan yang sangat merendahkan pribumi.

N: Apa itu tiko?

S: Tiko = Tikus Kotor ?

Atau : Anjing Tanah.

M: Oalah

TGB: Di Polres bandara pun mereka masih mengintimidasi petugas.

N: Bagaimana intimidasinya?

TGB: Teriak-teriak di dalam kantor sampai kemudian diusir keluar oleh seorang petugas.

A: Apa mereka gak tahu jika abangda adalah seorang Gubernur?

TGB: Setelah tahu pun tak berkurang arogansinya. Saya membayangkan bagaimana mengenaskannya saudara-saudara kita yang kebetulan bekerja pada mereka. Sebutan ‘tiko’ kepada pribumi bermakna sangat kasar. ‘Ti’ artinya babi, dan ‘ko’ artinya anjing. Bila ada yang memanggil orang pribumi dengan sebutan ‘tiko’, itu sudah sangat kasar dan sangat menghina sekali.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News