Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Armand Manila, mengatakan bahwa program poros maritim dunia yang menjadi visi Presiden Joko Widodo perlu memiliki tujuan yang jelas sehingga berjalan sesuai arah.
“Poros maritim tak tentu arah ketika keluarga nelayan terusir dari lautnya sendiri,” kata Armand Manila dalam keterangannya, Kamis (12/1).
Menurutnya, hal itu juga dapat diperburuk dengan belum diakuinya secara jelas perempuan nelayan sebagai subjek hukum di perundang-undangan Indonesia. Padahal, diakuinya kaum perempuan nelayan juga sangat penting untuk mendapatkan dukungan yang mencukupi dan memadai dari negara.
Selain itu, berdasarkan temuan Kiara dari hasil survei 2016, minimnya perlindungan Negara bagi pekerja perikanan membuat mereka rentan menjadi korban perbudakan di atas kapal.
Tercatat 92 persen persoalan yang dialami oleh ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan dan hanya delapan persen persoalan yang dialami oleh pekerja yang bekerja di kapal niaga.
“Kehadiran Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, seyogyanya bisa menjadi sarana bagi masyarakat pesisir untuk sejahtera dan berdaulat atas hak konstitusionalnya,” jelas Armand.