Presiden Jokowi yang meminta menunda kenaikan pengurusan STNK, SIM dan BPKB padahal Peraturan Pemerintah (PP) No 60/2016 sudah ditandatangani menandakan penguasa saat ini abal-abal dan tidak teliti.
“Tragedi tanda tangan tidak melihat isinya sudah sering terjadi dan PP kenaikan pengurusan SIM, BKPB, dan STNK ditantangani Presiden Jokowi dan saat ini ia meminta ditunda. Ini Presiden tidak membaca isinya, seperti pemerintah abal-abal saja,” sindir pengamat politik Muslim Arbi kepada suaranasional, Jumat (6/1).
Kata Muslim, Presiden terlihat kurang teliti dalam menandatangi PP padahal menyangkut rakyat banyak. “Seorang presiden harus teliti dan karena yang ditandatangi itu sebuah peraturan,” jelas Muslim.
Muslim mengatakan, rakyat akan menilai kapasitas Jokowi yang suka melakukan blunder setelah menandatangi PP ataupun keputusan. “Saat ini rakyat sedang dipertontongkan seorang Jokowi yang sedang memainkan aktingnya untuk memimpin rakyatnya,” papar Muslim.
Selain itu, ia menduga Jokowi yang meminta membatalkan kenaikan pengurusan SIM, BPKB dan STNK untuk menaikkan citra. “Kalau dibatalkan buzzer maupun media pendukung akan menilai Jokowi berpihak pada rakyat,” pungkas Muslim.
Usai teken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Presiden Jokowi mempertanyakan kenaikkan signifikan pada tarif penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) yang mulai berlaku 6 januari mendatang. Menurut Jokowi kenaikan tarif hingga tiga kali lipat dianggap membebani masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution setelah menerima arahan dalam rapat Sidang Kabinet di Istana Bogor, Rabu (4/1) kemarin, dilansir CNN Inodnesia.
“Tadi sebenarnya Presiden mengingatkan waktu di Bogor, kalau tarif PNBP untuk pelayanan masyarakat janganlah naik tinggi-tinggi,” ujar Darmin ditemui di kantornya, Rabu (4/1) malam.