Tokoh Wanita Tionghoa bernama Agnes Marcellina Tjin memuji Front Pembela Islam (FPI) dan Habib Rizieq Syihab dalam membela keadilan dan NKRI.
Agnes menceritakan pertemuan secara langsung dengan Habib Rizieq saat menghadiri acara pemberian award kepada Imam Besar FPI itu di pesantren Agrocultural di Mega Mendung, 29 Desember 2016.
“Baru yang pertama kali saya melihat Habib Rizieq tetapi sejak beliau melakukan Aksi Bela Islam akhirnya saya sering membuka Youtube untuk berusaha mengenal, mencari tahu siapakah dia dan memahami apa yang menjadi landasan cara berpikir ataupun gerakan yang dilakukan bersama dengan FPI yang dipimpinnya,” kata Agnes dalam pernyataan kepada suaranasional, Jumat (30/12).
Kata Agnes, hanya mengetahui FPI identik dengan kekerasan, Habib Rizieq adalah seorang yang fanatik, munafik dan berbagai label yang diberikan oleh mereka yang tidak menyukainya bahkan membencinya.
“Saat mendengar ceramah-ceramahnya, saya pun masih belum bisa mengambil kesimpulan secara keseluruhan orang seperti apakah sebenarnya beliau ini,” papar Agnes.
Saat bertemu kemarin secara langsung, bertatap muka, mendengar kata sambutan Imam Besar FPI, akhirnya Agnes mengambil kesimpulan bahwa Habib Rizieq adalah seorang yang sangat cerdas, gaya bahasanya lugas, jelas, tegas.
“Beliau adalah seorang orator yang hebat, betul betul pembicara yang bagus karena saya sering sekali melihat orang orang penceramah yang penampilannya buruk sekali. Dengan gaya bicara seperti itu, rasanya memang pantas kalau Habib Rizieq dihormati, didengar, dan memiliki kharisma di depan umatnya dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Beliau juga ramah, para santri yang saya temui juga ramah, tidak ada yang berpenampilan angker atau seram, semuanya santun,” jelas Agnes.
Agnes mengatakan, mendengar langsung saat Habib Rizieq sambutan membuktikan FPI bukan ormas fasis dan rasis. FPI akan berada di front terdepan untuk ikut menjaga NKRI dan penegakan hukum.
FPI tidak akan toleran terhadap pengalihan ideologi negara selain UUD 45 dan Pancasila. Indonesia boleh saja menjalin hubungan ekonomi dengan China tetapi bukan berarti mengalihkan ideologi komunis ke Indonesia atau mendirikan negara lain di dalam negara kita.
“Indonesia boleh saja menjalin hubungan dengan Amerika atau negara apapun untuk kesejahteraan rakyat tetapi bukan berarti mengalihkan ideologi liberal dan kapitalis tanpa batas atau juga ideologi bebas kebablasan yang akan merusak generasi muda dengan gaya hidup hedonisme, sex bebas dan narkoba,” pungkas Agnes.