Penyebab gaduhnya di media sosial (medsos) bukan dari kalangan aktivis maupun oposisi tetapi buzzer Istana.
“Presiden acap kali bersikap sinis, cuek pada kritikan publik bahkan terkesan memanfaatkan jaringan buzzer Istana untuk membodohi dan mengkelabui rakyat,” kata Ketua Progres 98 Faizal Assegaf kepada suaranasional, Jumat (30/12).
Kata Faizal, sikap presiden yang meminta berlaku sopan di medsos tetapi membiarkan buzzer pendukungnya tidak sopan dan menyebarkan meme fitnah menimbulkan reaksi sporadis dari jutaan netizen sebagai bentuk penolakan atas perilaku kepemimpinan yang dinilai munafik.
“Rajin menghimbau tapi tidak mengoreksi sikap dan tindakannya yang getol menyiram luka di hati rakyat,” ungkap Faizal.
Faizal mengatakan, kalau pemimpin bersikap kurang ajar, gemar berbohong dan bermental petugas partai untuk melayani kepentingan kelompok yang korup serta bobrok, maka jangan salahkan rakyat bertindak mencaci-makinnya.
“Reaksi rakyat tidak lepas dari sebab-akibat yang ditunjukan oleh penguasa. Jika hal itu dibiarkan berlangsung dalam waktu yang lama, sudah pasti membentuk budaya interaksi politik di media sosial secara tidak sehat dan mendidik,” paparnya.
Faizal mencobtohkan dalam kasus penistaan agama, jutaan ummat Islam telah menunjukan protes secara santun dan sangat bermartabat. Baik di media sosial maupun tindakan konkret dalam bentuk aksi protes superdamai dalam gelombang kesadaran Bela Islam.
Mereka menuntut keadilan melalui pendekatan yang sangat membanggakan dan memberi harapan atas kebangkitan budaya politik yang sejuk, mendidik dan visioner.
“Tetapi, para pendukung Jokowi justru merespon dengan serangkaian hasutan dan berbagai fitnah terhadap ummat Islam. Dan sangat disayangkan, Presiden Jokowi tampak membiarkan loyalisnya bertindak seme-mena serta disinyalir ikut mensponsori,” pungkasnya.