Dari unsur niat adalah jelas bahwa ada unsur kesengajaan untuk melakukan penistaan agama. Sebab peristiwa 27 September di Pulau seribu merupakan pemantik yang sesungguhnya sudah berulang kali diucapkan oleh Gubrrnur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Demikian dikatakan Profesor Hukum Jawahir Thontowi dalam pernyataan kepada suaranasional, Senin (7/11).
Kata Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) dari unsur perbuatan adalah jelas telah melakukan penistaan agama/Islam oleh karena seseorang yang bukan Muslim menggunakan Surat Al Maidah ayat 51 digunakan sebagai argumentasi menuduh penduduk pulau Seribu yg tidak memilih Gubernur DKI Jakarta Ahok.
“Dari aspek bahasa kesalahannya bukan karena ada tidaknya “kata pakai”, melainkan pada kata “dibohongi” sehingga konotasinya tidak lain sebagai alasan yang digunakan sebagai argumentasi memperkuat tudingan tidak tepat,” papar Jawahir.
Kata Jawahir, dugaan tindakan Ahok sebagai delik umum/bukan delik aduan adalah telah dibuktikan adanya bukti-bukti atau petunjuk jelas yaitu secara formal ada fakta TKP di pulau Seribu, ada video tentang Ahok yang cenderung melakun penistaan atau penghinaan, ada saksi hidup yg mendengarkan, dan juga adanya keterangan dari saksi ahli.
“Ulama-ulama, habaib, intelektual muslim dan sebagian besar ummat Islam adalah golongan yang telah dirugikan hak-hak kebebasan agama karena perkataan Ahok tersebut,” jelasnya.
Jawahir mengatakan, tidak kurang dari 2 juta kaum Muslimin turun ke jalan pada 4 November adalah subyek hukum yang membuktilan perbuatan dan ucapan Ahok adalah salah dan menista harga diri atau harkat dan martabat ummat agama sebagaimana diatur dalam Pasal 156 KUHP.
“Maka seharusnya proses hukum dilakukan Polri untuk melakulan penyelidikan dan penyidikan yang akhirnya dapat disimpulkan tanpa ada keraguan (unresonable doudt) bahwa Ahok telah melakukan tindakan pidana penistaan yang harus ditetapkan sebagai tersangka dan segera harus dilakukan penahanan,” pungkas Jawahir.