Adanya teror bom di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Medan, Sumatera Utara, Ahad (28/8) bagian dari operasi intelijen hitam untuk menyudutkan Islam dan mengalihkan kasus penguasa yang jadi sorotan rakyat.
Demikian dikatakan pengamat politik Ahmad Baidhowi dalam pernyataan kepada suaranasional, Ahad (28/8).
“Saya melihat teror ini bentuk operasi intelijen dengan melakukan penyusupan anak-anak muda yang punya semangat Islam tinggi tentang Jihad tetapi sedikit ilmu,” ungkap Baidhowi.
Menurut Baidhowi dengan adanya teror bom ini nama Islam menjadi tersudut. “Maka akan muncul islam phobia dan dianggap Islam agama teror,” jelas Baidhowi.
Kata Baidhowi, dalam operasi intelijen hitam ini bukan membentuk jaringan tetapi hanya doktrinasi bisa melalui media whatsapp, medsos bahkan pertemuan langsung.
“Memang sengaja tidak ada jaringan tetapi simpatisan dan doktrinasi serta tindakannya sporadis,” ungkap Baidhowi.
Baidhowi mengatakan, tindakan teror seperti di Medan ini akan terus berlanjut.
“Dimulai dari Solo bom bunuh diri di depan kantor polisi, gereja di Medan dan kemungkinan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya,” papar Baidhowi.
Kata Baidhowi tindakan teror ini mempunyai tujuan besar di saat pembahasan undang-undang antiterorisme di DPR.
“Saya melihat ada rangkaian ke arah pembahasan undang-undang antiterorisme di DPR,” pungkas Baidhowi.
Sebelumnya terjadi teror bom bunuh diri di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep di Jalan Dr Mansur Nomor 75 Medan, Sumatera Utara, Ahad (28/8).
Teror bom bunuh diri tersebut menyebabkan pengkotbah di gereja itu, Pastor Albert S. Pandingan, mengalami luka ringan di bagian lengan kiri.
Beberapa saksi menceritakan, peristiwa itu terjadi ketika Pastor Albert S. Pandingan hendak berkotbah di mimbar, namun tiba-tiba seorang laki-laki yang diduga berinisial IAH menghampiri pastor tersebut sambil membawa sebuah bom rakitan dalam tas dan sebilah pisau.