
Rencana pemerintah menaikkan harga rokok merupakan upaya pemerintah untuk mendapatkan pajak dari industri rokok untuk menutupi utang yang sudah menggunung.
“Satu satunya sektor yang tumbuh normal adalah sektor tembakau dan rokok. Tidak main main sektor ini telah menyumbangkan sedikitnya Rp. 140 triliun cukai dalam APBN 2015, belum termasuk pajak lainnya,” kata pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng kepada suaranasional, Senin (23/8).
Untuk pertama kali dalam sejarah Republik, hanya dalam era Jokowi cukai naik 40% setahun.
Kata Salamuddin, pengalaman ini yang hendak dijadikan landasan oleh Jokowi untuk menaikkan harga rokok hingga Rp. 50 ribu/bungkus.
“Dengan demikian maka Jokowi akan menaikkan cukai hingga 200 persen dalam tahun ini. Sekali lagi ini adalah langkah yang spektakuler yang belum pernah terjadi, bahkan mungkin di dunia internasional,” jelas Salamuddin.
Menurut Salamuddin, jika ini benar dilakukan pemerintah maka kenaikan pendapatan negara dari cukai dapat mencapai Rp. 420 triliun, belum termasuk pajak yang dibayar oleh industri tembakau dan rokok.
“Dengan pendapatan sebesar itu Jokowi tidak perlu utang luar negeri, tidak perlu tax amnesty, APBN perubahan 2016 akan terbayar tunai,” papar Salamuddin.
Selain itu, kata Salamuddin, efek lainnya, investasi dalam industri tembakau akan semakin deras karena harga rokok yang menjanjikan.
“Kabarnya bahwa Perusahaan Rokok terbesar di dunia milik RRC, telah merancang investasi untuk membangun pabrik rokok terbesar di dunia di Jawa timur. Ini akan menjadi sumber pajak baru yang diperoleh dari investasi,” pungkasnya.