Percetakan Al Quran milik negara yang dibiayai oleh APBN mangkrak dan tidak terurus dan berhenti sejak pertengahan 2015.
“Ya, jadi mesin besi karatan dan besi tua,” ungkap mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni di kediamannya, Rabu (10/8).
Dengan nada sedih dan suara serak lantaran kesehatannya terganggu, menteri agama periode Kabinet Indonsia Bersatu Jilid I tersebut mengatakan, tidak habis pikir dana yang diinvestasikan demikian besar dan diharapkan dapat memenuhi harapan program satu rumah umat Islam dapat memiliki satu Al Quran, dalam perjalannya segera masuk “liang kubur” alias mati tak terurus.
Lembaga percetakan Al Quran dibangun dengan dukungan uang APBN dan akan dikelola sebagai badan layanan umum (BLU) di bawah pembinaan Departemen Agama (kini Kemenag). Dana yang dihabiskan mencapai Rp30 miliar di atas lahan 1.530 meter.
Di atas lahan seluas itu ada mesin pracetak, mesin cetak web, mesin cetak warna, mesin cetak sheet DS4, dan mesin-mesin lainnya.
“Saya mencari mesin cetak terbaik. Saat itu, saya minta rekomendasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” kenang Maftuh dengan nada meninggi.
Mantan Direktur Lembaga Percetakan Al Quran Samidin Nashir mengaku tak tahu mengapa percetakan tak lagi beroperasi. “Saya enggak tahu mengapa tak jalan lagi,” ungkap Samidin Nashir melalui saluran telepon Kamis (11/8) pagi.