Sekalipun PDIP tetap dukung Ahok sbg Gubernur DKI, tak berpengaruh terhadap elektabilitas Ahok, bahkan terus merosot.
“Setahun lalu survei bayaran bilang, elektabilitas Ahok di atas 65 persen, 3 bulan kemudian di atas 55 persen, terakhir 45 persen. Artinya, lembaga survei bayaran saja telah menurunkan elektabilitas Ahok,” kata Ketua Network for South East Asian Studies (NSEAS), Muchtar Effendi Harahap kepada suaranasional, Jumat (12/8).
Kata Muchtar, tiga bulan terakhir masih bertahan sekitar 40 persen. Tapi, hasil survei tak diekspos sebulan lalu telah menemukan angka 31 persen.
“Bayangkan hari ini saat gerakan struktural forum RW/RT dgn 3 juta KTP anti Ahok, dan fenomena Ahok diusir rakyat DKI utk kunjungan ke wilayah kelurahan, dan gerakan kelas menengah atas kian banyak dan meluas tunjukan anti Ahok, apakah elektabilitas Ahok tetap 31 persen? Tentu tidak,” papar Muchtar.
Effendi menegaskan, sekalipun PDIP dukung Ahok, jumlah pemilih mantan Bupati Belitung Timur mustahil di atas 50 persen, kecuali PDIP perintahkan anggota DPR turun dengan politik uang melalui kader-kader di Kecamatan dan perusahaan bayar petugas PPK dan KPU.
“Menurut hemat saya, gelombang dahsyat rakyat DKI, terutama kelas menengah atas, anti Ahok tiga bulan terakhir ini, mendorong koalisi kekeluargaan parpol, meski masih koalisi taktis. Hanya PDIP yang mungkin membelot ke Ahok, tapi takkan bisa menang,” ungkap Muchtar.
Kata Muchtar, pada putaran kedua, Ahok akan jadi musuh bersama, terutama kelompok Islam politik 44 persen dan pribumi anti China.