Sosiolog Ungkap Arogansi Warga Keturunan Tionghoa Penyebab Kerusuhan Tanjungbalai

Kerusuhan di Tanjungbalai (IST)
Kerusuhan di Tanjungbalai (IST)

Faktor arogansi warga keturunan Tionghoa terhadap pribumi yang menjadi penyebab kerusuhan bernuasa SARA di Tanjungbalai, Sumatera Utara.

“Tumbuh arogansi di kalangan mereka terhadap masyarakat pribumi. Ini penyakit orang kaya yang dilindungi oleh aparat,kata sosiolog, Musni Umar dalam artikel berjudul “Membedah Akar Masalah Konflik “SARA” di Tanjungbalai Sumatera Utara.”

Kata alumni doktor sosiologi dari National University of Malaysia (UKM) ini, warga keturunan Tionghoa di Tanjungbalai tidak lagi sensitif – menyaring kata dan kalimat kalau berbicara, sehingga masyarakat memendam kebencian dan kemarahan terhadap mereka.

“Kasus Ibu Herlina, yang marah dan menegur muazzin (orang yang azan- dalam rangka memanggil untuk shalat) dengan menggunakan pengeras suara di Tanjungbalai, Sumatera Utara, segera direspon dengan melampiaskan kemarahan dan kebencian yang sudah lama dipendam dengan membakar Vihara dan Kelenteng yang menjadi tempat beribadah orang-orang Cina (Tionghoa),” ungkap Musni.

Menurut Musni, dalam setiap pemilihan kepala daerah (pilkada), mereka terlibat menjadi cukong kepada setiap calon yang bertarung dalam pilkada, sehingga siapapun yang menang dalam pilkada, mereka sudah investasi terlebih dahulu sebagai penyandang dana dan kepala daerah yang terpilih otomatis merasa berhutang budi kepada mereka.

“Dampaknya, kepala daerah bekerjasama dengan mereka, Kondisi semacam itu, menyebabkan kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar dan masyarakat kemudian marah, benci dan anti terhadap mereka yang kebetulan dari etnik China (Tionghoa),” ungkap Musni.

Musni mengatakan, persepsi masyarakat terhadap warga keturunan Tiongoa di Tanjungbalai menjadi sangat negatif karena setiap terjadi masalah, aparat selalu memihak kepada mereka.

“Kondisi semacam ini menyebabkan muncul teroris dan aparat menjadi target untuk melampiaskan kemarahan, kebencian dan dendam,” papar Musni.

Kata Musni, kebijakan dan perlakuan yang mengistimewakan mereka yang kaya, yang kebetulan adalah etnis Tionghoa, telah memancing perasaan tidak adil yang sewaktu-waktu diledakkan jika ada masalah sekecil apapun.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News