Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) maupun etnis Tionghoa ingin berkuasa di Indonesia dengan cara warga pribumi yang mayoritas tergantung dengan sistem kapitalis yang dibuat oleh etnis keturunan Tionghoa.
“Ahok menegaskan keberpihakannya kepada para kapitalis yang meraup untung di DKI Jakarta. Pribumi yang mayoritas harus diberi kesejahteraan, namun mereka tidak boleh merebut hegemoni perdagangan, ekonomi dari para kapitalis yang didukung oleh Ahok,” ungkap Pimpinan Taruna Muslim Alfian Tanjung dalam tulisan berjudul “Mencegah Penjajahan Imperalisme China.”
Kata Alfian, Ahok maupun etnis Tionghoa yang berada di Indonesia menguasai para penguasa pribumi bukan menggunakan senjata sebagaimana dilakukan penjajah Belanda.
“Ahok menaklukan penguasa pribumi ini dengan pecah belah dan perjanjian dan ancaman sebagaimana yang dilakukan Belanda terhadap kekuasaan di Jawa (Mataram, Yogyakarta Surakarta), dan bukan peperangan seperti yang dilakukan Belanda terhadap Banten dan hingga Aceh Darussalam,” papar Alfian.
Alfian mengatakan, Ahok maupun etnis Tionghoa memastikan penguasaan administrasi yang akan mengikat orang-orang dengan hukum sipil. Rakyat dan para birokrat dikuasai dengan cara seperti itu, sehingga mereka bisa tunduk secara teratur dan melakukan kehidupan sehari-hari berdasarkan rutinitas yang telah ditentukan.
“Maka, Ahok menguatkan koloni keturunan Chinanya sebagaimana Belanda menguatkan koloni keturunan Belandanya pada waktu itu. Orang-orang China atau keturunan China harus dikuatkan sehingga mereka bisa menjadi serupa koloni yang berkuasa.Terkait dengan keadaan sekarang, Ahok harus menulis sebuah mitos dan menyebarkannya di masyarakat,” jelas Alfian.
Alfian menjelaskan, dalam menyebarkan mitos itu Ahok menguasai media massa agar masyarakat bisa disihir olehnya. Ahok juga mengangkat persoalan HAM, makna keIndonesiaan, sekularisasi untuk membangun ikatan yang tidak berdasarkan Islam.
“Ahok membangun superioritasnya sebagaimana dahulu Belanda membangun superioritas kulit putih terhadap kulit berwarna. Ahok mengatakan dirinya sebagai orang yang tegas, adil, kuat, berani, dan hal-hal lainnya agar pribumi inferior terhadapnya. Hanya dengan cara berkuasa dan pemerintahan model Belanda Ahok dapat menjadi minoritas penguasa,” ungkap Alfian.
Karena Ahok China dan bukan Belanda, maka Ahok harus tahu bahwa filsafat China harus disesuaikan dengan filsafat Barat. Dan karena sekarang Indonesia dan bukan lagi wilayah koloni, maka Ahok harus berpikir dengan cara demokrasi, good governance, HAM dan bukan dengan cara beban orang kulit putih dan 3G; Glory, Gold dan Gospel Jika Ahok menjadi penguasa, kita harus benar-benar “belajar” bagaimana China menjadi Belanda.
“Untuk merespon itu semua adalah menjadi keharusan bagi seluruh elemen dan komponen Umat dan Bangsa untuk melakukan kerja perjuangan “Mematahkan” leher naga kuning dan naga merah yang dikelola oleh sembilan naga,” jelasnya Alfian.