Beberapa menteri dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang saling sindir di media sosial menandakan mantan Wali Kota Solo itu tidak dianggap sebagai Presiden.
“Kalau saling sindir menandakan menteri sudah tak menganggap Jokowi sebagai Presiden. Kalau menteri sudah tidak menganggap, apalagi rakyatnya,” kata pengamat politik Sahirul Alem kepada suaranasional, Kamis (3/3).
Menurut Alem, saat ini Jokowi selalu ingin dianggap dekat dengan rakyat di mana turun di tengah jalan dan menyalami secara langsung warga di suatu daerah. “Setelah itu, media-media pendukung Jokowi memberitakan Jokowi dikerubuti rakyat, padahal itu hanya semua belaka,” ungkap Alem.
Kata Alem, beberapa menteri yang tidak kompak menandakan Presiden Jokowi bukan orang yang tegas dan berani sebagaimana pengakuannya di hadapan kader PDIP saat Rakernas. “Kalau orang ngomong bahwa dirinya berani itu menandakan penakut. Orang berani itu tidak diomongkan, tetapi bawahannya takut sendiri,” ujar Alem.
Alem mengatakan, beberapa menteri yang diganti tidak akan mengubah bentuk kepemimpinan Jokowi yang lemah. “Walaupun Rizal Ramli ataupun Sudirman Said diganti, nantinya beberapa menteri akan saling berpolemik. Masalahnya bukan pada menteri tetapi Presidennya,” papar Alem.
Sebelumnya, Presiden Jokowi prihatin melihat para pembantunya kerap saling serang. Apalagi, silang kata di antara mereka tak jarang melebar sampai ke ranah publik.
“Presiden tidak happy,” kata Juru Bicara Presiden Johan Budi di Kantor Staf Kepresidenan, Jalan Veteran, Jakarta, Rabu (2/3/2016).
Menurut Johan, Presiden acap kali mengingatkan para menteri menghindari perang kata-kata di media sosial. Presiden mau perdebatan sesama menteri hanya terjadi di forum terbatas.
“Perdebatan itu hanya ada di ruang rapat terbatas atau rapat kabinet dan ini sudah pernah disampaikan presiden dengan bahasa jangan gaduh di luar,” jelas dia.