Saat ini Presiden Joko Widodo atau Jokowi banyak mengeluarkan kebijakan ketok magic atau bim salabim abra kadabra’ alias kebijakan ‘ngibul’
Demikian dikatakan pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng kepada suaranasional, Jumat (6/11). “Perilaku ‘ketok magic’ pemerintahan ini paling sedikit terlihat dalam dua hal yang menjadi polemik dalam kebijakan mengatasi krisis dan UU APBN 2016,” ungkap Salamuddin.
Kata Salamuddin, dalam mengatasi krisis besar kemungkinan ke depan pemerintahan Jokowi akan mengeluarkan paket kebijakan setiap hari. “Melalui paket kebijakan tersebut Jokowi mimpi uang besar, proyek besar, investasi besar, utang besar dan untung besar,” ungkapnya.
Salamuddin mengutarakan, UU APBN 2016 yang ambisius, dengan target penerimaan pajak naik 15 %, utang pemerintah dari dalam negeri naik 132 %, utang luar negeri naik 50 %. Selain itu pemerintah memberikan berbagai insentif dan keringanan pajak, penghilangan bea masuk, penghilangan bea keluar dan berbagai pengurangan beban biaya terhadap para investor.
“Melalui APBN 2016 yang ambisius tersebut Jokowi mengaharapkan internasional, para investor melirik Indonesia yang memiliki rencana besar dan hebat,” jelas Salamuddin.
ia mengutarakan, UU APBN 2016 lebih tinggi kedudukannya secara hukum dibandingkan paket. Kalau pelanggaran UU bisa diminta pertanggungjawabannya oleh DPR. “Sementara kalau paket bisa dibuat dan dibatalkan pemerintah sendiri. Jadi investor pasti berfikir ini ‘ngibul’,” paparnya.
Terkait dengan UU APBN 2016, satu sisi target kenaikan pajak dan penerimaan begitu besar. Namun sisi lain pemerintah mengatakan berkomitmen memberikan fasilitas, keringanan dan bahkan penghapusan pajak serta insentif lainnya.
“Semua pengusaha dan investor asing pasti merasa aneh dengan hal yang kontradiktif dalam APBNP 2016 sehingga mereka akan sampai pada kesimpulan pemerintah ‘ngibul’,” pungkasnya.