Surat Edaran Kapolri (SE) terkait tentang penanganan ujaran dan kebencian ada upaya untuk melindungi kelompok LGBT.
“Kalau saya baca SE Kapolri itu tidak menghujat kelompok atau seseorang yang punya orientasi seksual. Ini upaya melindungi LGBT. Kelompok yang menentang LGBT makin tersudut dengan SE Kapolri ini,” ungkap aktivis politik Ahmad Lubis dalam pernyataan kepada suaranasional, Selasa (3/11).
Menurut Lubis, kelompok liberal yang mendukung LGBT bisa memanfaatkan SE Kapolri. “Definisi menyebarkan kebencian saja tidak jelas. Kalau disebutkan bahwa kelompok LGBT merusak masyarakat, apakah itu menyebarkan kebencian?” tanya Lubis.
Kata Lubis, SE Kapolri bisa dibuat kelompok pendukung LGBT menyebarkan ideologinya di Indonesia. “Kalau kelompok LGBT dengan alasan berpendapat ilmiah dilindungi sedangkan yang menentang bisa dikenai SE Kapolri itu. SE Kapolri penuh penafsiran dan sangat berbahaya. Seperti pasal karet,” jelas Lubis.
Pada Nomor 2 huruf (f) SE itu, disebutkan bahwa “ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain:
1. Penghinaan,
2. Pencemaran nama baik,
3. Penistaan,
4. Perbuatan tidak menyenangkan,
5. Memprovokasi,
6. Menghasut,
7. Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial”.
Pada huruf (g) selanjutnya disebutkan bahwa ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:
1. Suku,
2. Agama,
3. Aliran keagamaan,
4. Keyakinan atau kepercayaan,
5. Ras,
6. Antargolongan,
7. Warna kulit,
8. Etnis,
9. Gender,
10. Kaum difabel,
11. Orientasi seksual.
Pada huruf (h) selanjutnya disebutkan bahwa “ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain:
1. Dalam orasi kegiatan kampanye,
2. Spanduk atau banner,
3. Jejaring media sosial,
4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi),
5. Ceramah keagamaan,
6. Media massa cetak atau elektronik,
7. Pamflet.