Wajah pria tua itu berkaca-kaca saat memperlihatkan foto anaknya berhasil mendapatkan gelar doktor terbaik di Universitas Al Azhar Kairo, Mesir.
Saat ditemui SuaraNasional beberapa waktu lalu, pria yang sehari-hari berprofesi sebagai petani di Kecamatan Mejobo itu bernama Muchson. Ia tidak menyangka anaknya bernama Mahmudi bisa meraih gelar doktor terbaik di universitas bergensi itu.
Kata Muchson, istrinya sendiri yang dari desa dan buta huruf tidak menyangka anaknya bisa mendapatkan gelar doktor dan mempertahankan desertasi dalam waktu 6,5 jam.
Muchson menceritakan, keberhasilan Mahmudi kuliah di Al Azhar bahkan sampai mendapat gelar doktor terbaik itu penuh perjuangan.
Ia mengakui tidak berfikiran anaknya bisa mencapai gelar tersebut. “Saya itu hanya bersyukur saat Mahmuddi bisa lulus aliyah Tasywiquttulab Salafiyah (TBS),” ujar pria yang mengakui hanya lulusan Sekolah Rakyat (SR) ini.
Kata Muchson, ada kejadian yang cukup aneh, saat mengambil ijazah aliyah anaknya. Ia dipanggil oleh KH Ulin Nuha dan KH Ulil Albab di ruangannya. “Gus Bab (KH Ulil Albab) dan Gus Ulil (KH Ulin Nuha) meminta Mahmudi meneruskan ke Mesir,” papar Muchson.
Muchson pun tidak banyak berfikir dan hanya mengikuti perintah kedua putra KH Arwani tersebut. “Saya hanya mengiyakan saja, padahal secara ekonomi untuk biasa ke sana belum ada pikiran,” jelas Muchson.
Pria yang sehar-hari menggunakan sepeda onta itu mengatakan, pada 1996 anaknya mengikuti tes kuliah di Mesir yang diadakan oleh Departemen Agama. Ternyata Mahmudi gagal, padahal berdasarkan pengakuannya, bisa mengerjakan semua ujian.
Melihat anaknya yang sedih, Muchson memerintahkan Mahmudi untuk mencari ‘suasan’ baru. Ternyata Mahmudi memilih menjadi santri di Pesantren Al Anwar, Sarang, asuhan KH Maimoen Zubair.
Melihat keinginan anak keduanya itu untuk mencari Ilmu di Bumi Kinanah, Muchson bersama istrinya untuk mempersiapkan segala sesuatu termasuk doa, pakaian, uang dan sebagainya.
Kata Muchson, sekitar 1997, menjemput Mahmudi di Pesantren Al Anwar minta ijin ke Mbah Maimoen agar anaknya bisa melanjutkan kuliah di Al Azhar.
Mahmudi berhasil ikut tes masuk di Universitas Al Azhar pada 1997. Padahal saat itu, Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi. “Alhamdulillah ada rezeqi buat Mahmudi untuk belajar di sana,” jelas Muchson.
Menurut Mahmudi, beasiswa yang diterima dari Universitas Al Azhar baru satu tahun kemudian diterima. Mahmudi berniat mengembalikan uang dari orang tuanya setelah mendapat beasiswa. “Saya minta uang tersebut dibawa saja, buat bekal belajar, bisa juga untuk berangkat haji,” jelas Muchson.
Muchson menceritakan, setiap kali anaknya ujian, selalu berdoa, tahajud dan berpuasa agar mendapatkan nilai bagus. “Biasanya sebelum ujian, Mahmudi kasih kabar, saya langsung puasa seminggu sebelum pelaksaan ujian,” ungkapnya.
Ternyata usaha dan doa dari kedua orang tuanya bisa mendapatkan gelar sarjana yang cukup bagus. Dosen di Al Azhar merekomendasikan Mahmudi melanjutkan strata dua.
Kedua orang tua Mahmudi menyanggupi anaknya untuk melanjutkan magister di Universitas Al Azhar. “Biaya S2 dengan biaya sendiri. Kakaknya juga kadang-kadang ngirimi uang untuk Mahmudi,” paparnya.
Muchson pun menceritakan saat menempuh gelar S2 sekitar 2004, Mahmudi tidak mempunyai ponsel. Sewaktu pulang ke Indonesia ada saudaranya yang membelikannya. “Mahmudi lebih sering uangnya untuk beli kitab,” jelas Muchson.
Setelah mendapat gelar master, Mahmudi pun menyampaikan kepada kedua orang tuanya untuk meraih gelar doktor. “Saya sebagai orang tua hanya bisa berdoa dan menyanggupinya,” ungkap Muchson.
Untuk menyusun desertasi, kata Muchson, anaknya termasuk cepat disetujui pihak pembimbingnya. “Padahal kebanyakan profesor di Universitas Al Azhar itu sulit ditemui karena mendapat tugas mengajar di luar negeri, kebetulan anak saya sudah tahu cara dan langsung disetujui judulnya,” papar Muchson.
Menurut Muchson tujuh hari sebelum pelaksaan ujian desertasi, ia bersama istrinya melakukan doa, puasa agar anaknya mendapatkan nilai yang bagus. “Kebiasaan saya tujuh hari sebelum ujian, saya tahajud, doa dan puasa,” jelas Muchson.
Rasa syukur terus diucapkan Muchson dan istrinya saat mengetahui anaknya berhasil berhasil mendapatkan gelar doktor terbaik setelah mempertahankan desertasi berjudul “Takhrîj al-Fatâwâ al-Maushiliyah Li Sultôn al-‘Ulamâ al-‘Izz ibn ‘Abd as-Salâm ‘Ala al-Qawâ’id al-Ushûliyah”.