Muktamar NU yang ke-33 di Jombang kemungkinan ada kepentingan politik yang bermain karena posisi strategis Ketum PBNU dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Saya teringat sinyalemen Gus Sholah (GS) beberapa waktu lalu tentang kemungkinan adamya politik uang dalam even lima tahunan ormas Islam terbesar sedunia itu,” kata pengamat politik Muhammad AS Hikam di akun Facebook-nya beberapa waktu lalu.
Kata Hikam, Muktamar NU kali ini juga akan memilih Pengurus PBNU masa khidmat 2015-2020. “Dan karena posisi strategis NU maka siapa yang menahkodainya tentu memiliki posisi strategis pula dalam kehidupan berbangsa,” jelas Hikam.
Menurut Hikam, jika sinyalemen GS dikaitkan dengan laporan tentang kericuhan pendaftaran peserta Muktamar NU, maka orang akan menanggapi dengan berbagai sudut pandang, salah satunya tentu terkait dengan kompetisi para calon pengurus pusat dan strategi serta taktik mereka untuk memenangkannya.
“Karena dalam ormas ini banyak juga kepentingan politik, tak mustahil jika kompetisi yang terjadi tak kalah dengan kompetisi dalam parpol atau organisasi politik lain,” ungkap Hikam.
Hikam mengakui mengikuti Muktamar NU sejak 1989 di Yogya sampai di Makassar 2010 dan sekarang.
“Dinamika di dalam setiap Muktamar tentu berbeda-beda, tetapi selalu ada elemen kepentingan politik termasuk politik nasional. Bahkan dalam Muktamar di Cipasung 1994, kepentingan rezim Orba sangat kuat untuk menggusur alm Gus Dur. Tapi gagal,” pungas Hikam.