Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan ketidaktelitiannya saat menandatangi Peraturan Pemerintah (PP) Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS yang bisa dicairkan 10 tahun.
“PP itu tiba-tiba direvisi menunjukkan Presiden Jokowi tidak membaca isinya. Kalau benar-benar dibaca tentunya Jokowi akan menanyakan pihak terkait termasuk dampak PP tersebut. Jokowi kelihatan linglung dan plonga-plonga saat menjadi presiden. Kapasitas Jokowi bukan menjadi presiden,” ungkap pengamat politik Muhammad Huda dalam keterangan kepada suaranasional Sabtu (4/7).
Menurut Huda, sebagai Presiden, Jokowi harus memanfaatkan para anggotanya untuk menanyakan hal-hal yang penting terutama menyangkut rakyat. “JKT BPJS itu menyangkut langsung ke rakyat. Seoalah-olah Jokowi kelihatan kebingungan dalam mengelola negeri ini,” ungkap Huda.
Selain itu, Huda mengatakan, revisi PP itu bisa menjadi alat propaganda baru bagi Jokowi bahwa mantan Wali Kota Solo itu selalu mendengarkan suara rakyat. “Terlepas dari Jokowi kurang teliti, nantinya ada opini yang dibangun bahwa Jokowi itu mendengarkan aspirasi rakyat dengan merevisi PP JHT BPJS,” jelas Huda.
Kata Huda, saat ini, kebijakan pemerintah lebih banyak bernilai politis untuk menaikkan popularitas Jokowi. “Indikasinya kemana-mana Jokowi selalu bagi-bagi kartu sakti maupun lainnya. Ini bagian pencitraan saja. Yang terpenting itu kebijakan yang berpihak untuk rakyat,” pungkas Huda.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memutuskan untuk segera merivisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Jaminan Hari Tua (JHT).
Menurut Jokowi, revisi PP bisa lebih cepat dilakukan daripada merevisi undang-undang karena tanpa melalui proses konsultasi dengan DPR.