Partai-partai politik yang ada di Indonesia hanya menjadikan Pancasila sebagai alat politik, bukan sebagai ideologi. Pancasila juga dijadikan partai sebagai jargon untuk meraup suara rakyat dan kepentingan politik sesaat.
Demikian dikatakan Analis Ekonomi dan Politik Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga dalam keterangan kepada suaranasional, Selasa (2/6).
Analisa Andi, produk nawacita yang terdiri dari sembilan agenda prioritas yang diusung oleh Presiden Jokowi juga belum seluruhnya menyentuh nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Padahal nilai-nilai luhur Pancasila melalui lima butir sila-nya seharusnya dijadikan pedoman bagi partai politik dan penyelenggara negara.
“Sebagai contoh nilai luhur yang terkandung dalam butir sila ke-5 Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia belum dapat dirasakan secara adil dan merata bagi seluruh rakyat, dikarenakan masih banyak kasus eksploitas sumber daya alam, seperti air, kekayaan tambang dan perkebunan yang dikuasi oleh kelompok Kapitalis yang hanya dirasakan oleh sekelompok orang,” terang dia.
Contoh lainnya, negara masih merampas tanah rakyat yang dibuat seolah-olah bukan miliknya. Mirisnya, lahan diperuntukkan atau disewa oleh kelompok kapitalis yang tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Kata Andi, nilai luhur Pancasila butir dua, kemanusian yang adil dan beradab juga tidak terimplementasikan dengan baik. Buktinya, masih banyak aksi-aksi pelanggaran terhadap harkat dan hak azasi manusia.
“Bahkan Salah satu Menteri dalam Kabinet Jokowi, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno menyatakan untuk tidak mengungkit HAM masa lalu. Hal tersebut sangat mencederai perasaan para korban-korban pelanggaran HAM masa lalu,” pungkas Andi.