Diperluasnya kewenangan Kepala Staf Kepresidenan Letjen (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan yang dikukuhkan Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2015 diduga mempunyai maksud terselubung untuk mempreteli atau “membegal” kewenangan dari Wapres Jusuf Kall (JK).
Demikian Dikatakan Ketua DPP Partai Gerindra, Arief Poyouno dalam keterangan, Rabu (11/3).
Menurut Arief, sebagaimana diatur konstitusi bahwa tugas Wapres secara umum adalah untuk membantu & atau mewakili Presiden di bidang kenegaraan & pemerintahan.
“Lalu untuk apa lembaga Kepala Staf Kepresidenan dibentuk & diperluas kewenangannya (hanya melalui Perpres) yang melampaui kewenangan Wapres & lembaga Kementerian yang diatur oleh UUD & UU?” tanya Arief.
Kata Arief, pembentukan Kepala Staf Kepresidenan dan perluasan kewenangannya yang mempreteli kewenangan Wapres adalah hak prerogatif Presiden, namun sangat tak etis jika Wapres JK tak diajak bicara oleh Jokowi dalam pembentukan dan perluasan kewenangan Kepala Staf Kepresidenan tersebut.
“Padahal jika berpijak pada sistem Pilpres langsung di era demokrasi di Indonesia yang dilakukan secara paket Presiden & Wapres, maka bukankah keterpilihan seorang Presiden di Pilpres juga sangat dipengaruhi sosok Cawapresnya,” jelas Arief.
Arief mengungkapkan, peran sosok JK yang berlatarbelakang aktivis HMI & NU, mantan Ketua Umum Golkar, mantan Wapres yang sukses, seorang pengusaha, berasal dari Makasar & mewakili Indonesia Timur sangat mempengaruhi elektabilitas Jokowi saat Pilpres 2014 berlangsung.
“Belum tentu Jokowi terpilih jadi Presiden seperti saat ini jika Wapresnya bukan sosok berpengaruh, berpengalaman & mampu mengkonsolidasi logistik seperti JK,” jelas Arief.
Lanjutnya, jika perlakuan Presiden Jokowi yg selalu “membegal” kewenangan Wapres JK dilanjutkan, maka pasti terjadi tarik-menarik kepentingan politik antara Presiden dengan Wapres yang berpotensi menimbulkan persoalan yg berakibat terganggunya roda pemerintahan.