Pengelolaan Lembaga Amil Zakat secara Korporasi

Lembaga Amil Zakat (LAZ) dikelola secara korporasi dengan laporan keuangan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan secara publik. LAZ juga harus mempunyai berbagai program yang bisa mengatasi persoalan umat.

“Masjid dan lembaga zakat yang kami kelola secara korporasi,” Ketua Dewan Pembina Masjid Raya Bintaro Jaya (MRBJ) Bambang Suprihadi dalam acara “Lesson Learned: Forum Literasi Filantori Vol 21” yang diadakan Akademizi, Kamis (5/9/2024).

Bambang mengakui, manajerial LAZ MRBJ mendapat pelatihan dari Inisiatif Zakat Indonesia (IZI). “Selama 2018, kami dilatih IZI mulai dari perencanaan, membuat program, marketing dan laporan keuangan. Setiap pekan dijejali berbagai materi yang sangat inspiratif dan positif dalam pengelolaan zakat,” tegasnya.

Sebelum mendapat pelatihan dari IZI, penghimpunan LAZ MRBJ pada 2017 hanya Rp 5 miliar setahun. “Namun pada 2023 penghimpunan mencapai Rp26 miliar setahun,” papar Bambang.

Pelatihan yang diterima dari IZI membuat LAZ MRBJ mengalami peningkatan dalam penghimpunan dan makin mendapat kepercayaan dari masyarakat dalam menitipkan zakat, infak dan sedekah. “Pada 2020, kami berbagi ilmu tentang pengelolaan zakat secara benar ke berbagai masjid sekitar Bintaro,” ungkapnya.

Bambang mengatakan, LAZ MRBJ berusaha meningkat statusnya ke tingkat provinsi. “Termasuk syarat penghimpunan terus kami lakukan,” ungkapnya.

Lembaga zakat MRBJ menyadari perkembangan teknologi yang semakin berkembang termasuk dalam penghimpunan zakat, infak dan sedekah. “Pada 2021, kita menghimpun zakat, infak dan sedekah secara digital. Pada 2022 pengembangan digital fundraising termasuk membuat akun YouTube MRBJ TV yang sudah mempunyai 723 ribu subscribers. Kita ingin menyebarkan kebaikan di seluruh Indonesia dan dunia,” paparnya.

Keuntungan dari akun YouTube MRBJ TV, kata Bambang juga diperuntukkan untuk umat. “Kita mempunyai akademi untuk menggerakkan ekonomi umat pengisinya dari praktisi sehingga masjidnya bisa berdaya secara ekonomi,” paparnya.

Direktur LAZ DSM Bali, Andy Krisna mengatakan, lembaga ini mempunyai landasan Islam Rahmatan Lil’alamin sehingga bisa bermanfaat bagi sesama. “Kita kerja sama dengan pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan, sinergi stakeholder nasional dan internasional,” tegasnya.

LAZ DSM Bali juga menerima CSR sehingga dana bisa digunakan untuk non-muslim. “Kita punya program pemberdayaan masyarakat dengan kerja sama pemerintah setempat, konservasi lingkungan bekerjasmaa dengan NGO peduli lingkungan seperti menanam mangrove,” tegasnya.

Ia juga mengatakan, peristiwa Bom Bali 1 dan 2 membuat renggang hubungan dengan non-muslim dan berdampak ke LAZ DSM Bali. “Kedua peristiwa justru menjadi tantangan tersendiri buat kami untuk membuat terobosa berbagai program yang bisa diterima semua pihak,”paparnya.

Direktur Utama Yayasan Dana Sosial al Falah (YDSF) Jauhari Sani mengatakan, lembaga ini bermula dari kebiayaan Ketua Yayasan Masjid Al Falah almarhum H Abdul Karim berkeliling kota Surabaya setelah Salat Subuh hanya untuk mencari masjid atau musholla yang layak untuk dibantu.

“Kebiasaan Pak Abdul Karim yang seperti ini memunculkan gagasan untuk mewadahinya dalam sebuah lembaga yang layak untuk dikelola dan dikembangkan. Setelah melakukan proses bermusyawarah yang cukup panjang, Pak Abdul Karim dan sejumlah tokoh pendiri Yayasan Dana Sosial Al Falah lainnya mendirikan Yayasan Dana Sosial Al Falah pada tanggal 1 Maret 1987 yang diketuai oleh H. Abdul Karim dan Ir. H. Abdul Kadir Baraja sebagai wakil ketuanya,” tegasnya.

YDSF ini harus membantu lembaga lain tidak seperti pemadam kebakaran tetapi menggunakan data dan konsep yang matang. “YDSF tidak boleh di bawah Masjid Al Falah. Operasional atau eksekutifnya dari kalangan remaja masjid,” ungkapnya.

Kata Jauhari, YDSF bekerjasama dengan BSI Maslahat menyelenggarakan program pemberdayaan UMKM. Program ini bertujuan untuk memberdayakan UMKM agar lebih siap menghadapi era digitalisasi. “Program ini dapat membantu para pelaku UMKM untuk meningkatkan kapasitas dan daya saingnya. Sehingga mereka dapat bertransformasi dari mustahik menjadi muzakki,” ujar Jauhari.

Selain itu, YDSF mengembangkan wakaf produktif dengan menanam jagung dengan memanfaatkan lahan kosong yang selama ini tidak terpakai milik PT Perkebunan Nusantara XII di Dusun Batu Ampar, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Program itu terlaksana karena adanya sinergi beberapa pihak, seperti PT Benih Citra Asia sebagai pembeli, PTPN XII, dan warga desa setempat.

Menurutnya, jagung yang dibudidayakan petani di Batu Ampar merupakan jenis pembibitan dan harganya pun tidak mengikuti harga pasar. Kesepakatan harga telah ditentukan saat kontrak awal sebelum tanam dilakukan.