Bencana banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera dalam dua pekan terakhir kembali membuka perdebatan soal kerusakan lingkungan dan tata kelola hutan. Belum pulih trauma masyarakat di Tapanuli, Mandailing Natal, dan berbagai daerah lain, gelombang kritik mengarah ke pemerintah pusat, terutama kepada dua menteri yang dinilai memiliki tanggung jawab strategis: Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni serta Menko Pangan Zulkifli Hasan.
Desakan paling keras datang dari aktivis politik Rahman Simatupang, yang meminta Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle terhadap kedua pejabat tersebut. Rahman menilai keduanya gagal menghadirkan pengawasan efektif, bahkan memiliki rekam jejak kebijakan yang memperparah deforestasi.
Dalam pernyataannya, Rahman mengatakan banjir yang berulang di Sumatera tidak dapat dilepaskan dari masifnya pembukaan hutan, ekspansi perkebunan skala besar, dan melemahnya fungsi kawasan lindung.
Menurutnya, Menteri LHK Raja Juli Antoni tidak menunjukkan langkah konkret untuk memperbaiki tata kelola kehutanan. “Sudah hampir setahun menjabat, Raja Juli tidak terlihat membawa terobosan. Penegakan hukum lemah, izin-izin lama yang bermasalah tidak dievaluasi, sementara banjir terus menelan korban. Ini jabatan teknis yang memerlukan kompetensi kuat, bukan sekadar jabatan politik,” ujar Rahman, Rabu (3/12/2025).
Ia juga menyoroti lambatnya respons kementerian dalam mengevaluasi perusahaan pemegang konsesi yang wilayah operasinya berada di sekitar daerah-daerah terdampak banjir.
Tidak hanya Raja Juli, Rahman juga menuding Zulkifli Hasan, Ketua Umum PAN yang kini menjabat Menko Pangan, memiliki jejak panjang kebijakan kehutanan yang bermasalah saat ia menjadi Menteri Kehutanan periode 2009–2014.
Menurut Rahman, sejumlah program pelepasan kawasan hutan yang dilakukan pada masa itu menjadi awal degradasi ekosistem di beberapa wilayah Sumatera dan Kalimantan. “Banyak izin pelepasan kawasan hutan diterbitkan pada era Zulkifli. Banyak lahan berubah jadi perkebunan sawit, banyak konflik agraria dimulai dari sana. Dampaknya bertahun-tahun baru kita rasakan: banjir, longsor, hilangnya daerah resapan,” papar Rahman.
Rahman menambahkan, posisinya sekarang sebagai Menko Pangan membuatnya memiliki kekuasaan besar dalam kebijakan pangan-rantai pasok komoditas, yang menurutnya tidak boleh lagi bersinggungan dengan praktik perluasan lahan sawit atau komoditas perkebunan lain.
Sejumlah daerah di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau dilanda banjir besar yang meluluhlantakkan infrastruktur dan lahan pertanian. Ratusan ribu warga terdampak, puluhan jembatan putus, dan ribuan rumah terendam.
Beberapa pengamat lingkungan menilai banjir kali ini dipengaruhi:
-
Kerusakan hutan di daerah tangkapan air
-
Pembukaan perkebunan skala besar
-
Perambahan di kawasan konservasi
-
Melemahnya fungsi DAS (Daerah Aliran Sungai)
Penelitian beberapa lembaga konservasi regional juga menunjukkan bahwa tingkat deforestasi di Sumatera meningkat kembali dalam dua tahun terakhir.
Desakan reshuffle bukan hanya datang dari aktivis, tetapi juga mulai muncul dari beberapa kelompok masyarakat sipil, akademisi kehutanan, hingga internal partai politik pendukung pemerintah.
Pengamat politik menilai, apabila banjir Sumatera menjadi isu nasional berkepanjangan dan menyentuh sentimen publik, Prabowo mungkin harus mengambil langkah tegas demi memperbaiki citra dan efektivitas pemerintahannya.
Rahman menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan harus menjadi prioritas utama. “Kalau para menteri tidak mampu atau punya rekam jejak yang merusak, ya reshuffle. Tidak ada alasan mempertahankan menteri yang membuat negara rugi dan rakyat sengsara,” katanya.
Ia juga berharap Presiden Prabowo melakukan evaluasi besar-besaran terhadap izin-izin kehutanan yang berpotensi menyebabkan bencana ekologis.
Di lingkaran politik Jakarta, spekulasi mengenai reshuffle kabinet memang terus bergulir dalam beberapa minggu terakhir. Isu lingkungan, ketahanan pangan, dan tata kelola lahan menjadi topik yang paling banyak mendapat sorotan.
Beberapa sumber internal menyebutkan bahwa Presiden Prabowo telah menerima sejumlah laporan mengenai perusahaan-perusahaan yang diduga melanggar aturan kehutanan di Sumatera, termasuk konsesi yang berada di kawasan rawan bencana.





