Refleksi Satu Tahun Aksi 18 November 2024; Perjalanan Panjang Perjuangan Korban BMT Mitra Umat Pekalongan

Oleh: Untung Nursetiawan, Pemerhati Kota Pekalongan

Hari ini, 18 November 2025, genap satu tahun aksi para korban BMT Mitra Umat di kota Pekalongan. Banyak pesan masuk meminta saya menuliskan kembali momen itu. Baiklah, inilah catatan singkat setahun lebih perjalanan panjang perjuangan para korban yang hingga kini masih tersendat di pintu-pintu keadilan.

Tepat setahun lalu, pada akhirnya para korban melakukan aksi demonstrasi karena semenjak kasus ini meledak bulan April 2024 tidak ada kejelasan tentang penyelesaian pencairan uang tabungan mereka. Hari itu, 18 November 2024 sejak pukul 06.00 WIB, ribuan korban kedholiman pengurus BMT Mitra Umat Pekalongan berkumpul di Monumen Djuang Pekalongan. Mereka datang bergelombang dengan satu harapan: keadilan. Dari monumen mereka longmarch menuju gedung DPRD Kota Pekalongan, gedung yang kala itu masih berdiri utuh sebelum peristiwa kebakaran, untuk menuntut dikembalikannya uang tabungan yang selama bertahun-tahun mereka titipkan di koperasi tersebut. Tabungan yang seharusnya aman justru raib tanpa kepastian.

Setahun berlalu dan laporan polisi yang diajukan para korban masih tertahan di tahap penyelidikan. Padahal, dua bahkan tiga alat bukti awal sebagaimana diatur dalam KUHAP Pasal 184 sudah terang benderang. Namun entah mengapa Polres Pekalongan Kota belum juga menetapkan tersangka. Sebuah ironi penegakan hukum di kota Pekalongan. Ironi ini seperti menegaskan tentang potret buram penegakan hukum di negeri ini. Di tempat lain, ada kasus yang pokok perkaranya belum jelas sudah menyeret sekelompok aktivis sebagai tersangka. Sementara di kasus BMT Mitra Umat ini, bukti sudah sangat cukup, tetapi setahun setengah tak ada satu pun tersangka dan naik ke tahap penyidikan. Ada apa dengan polisi?? Ah, saya tak ingin menduga-duga, silakan Anda simpulkan sendiri.

Baca juga:  Pekalongan Gelap: Skandal Mafia Koperasi, Pemerintah Tak Berkutik

Perjalanan para korban menuntut keadilan melalui Paguyuban Nasabah Korban BMT Mitra Umat telah dilakukan berbagai langkah seperti audiensi berkali-kali, aksi demonstrasi dua kali, laporan formal aduan pidana umum, hingga permohonan pembentukan tim investigasi terpadu kepada Gubernur Jawa Tengah. Namun hampir semua terasa mentok. Dinas Koperasi Provinsi Jawa Tengah memilih bersikap aman, menghindari tanggung jawab substantif. Dinkop Provinsi sebagai lembaga yang dibiayai pajak rakyat untuk mengawasi koperasi se Jawa Tengah sampai hari ini tidak pernah membuka berapa sebenarnya angka pasti nominal gagal bayar yang terjadi? siapa yang bertanggung jawab, berapa aset yang ada dan kemana uang nasabah diambil dan digelapkan oleh pengurus BMT Mitra Umat? Pertanyaan sederhana yang seharusnya sangat mudah untuk di jawab oleh lembaga sekelas Dinkop Provinsi. Tapi itu tidak terjadi, Dinkop seolah menutup nutupi, aneh kan? Ada apa ini?

Baca juga:  Lambannya Proses Hukum dan Minimnya Tanggung Jawab Pemerintahan Kota dalam Kasus BMT Mitra Umat Pekalongan

Sementara polisi pun tak jauh berbeda: narasi panjang tapi progres kosong.
Selama satu setengah tahun, raport kinerja dua lembaga ini; Dinkop Provinsi Jateng dan Polres Pekalongan Kota bisa dibilang nol besar.

Lalu bagaimana dengan Walikota dan Ketua DPRD Kota Pekalongan? Setelah lebih dari setahun tanpa lelah para korban melakukan desakan secara intensif, akhirnya ada sedikit pergerakan dari keduanya. Pasca Rapat Dengar Pendapat pada 9 Oktober 2025, baik Walikota maupun Ketua DPRD berjanji akan ikut membantu dan bergerak bersama para korban. Kini para korban menunggu satu hal: realisasi janji keduanya mempertemukan perwakilan para korban dengan Gubernur Jawa Tengah.

Kita tunggu saja realisasinya. Karena bagi para korban, mereka menunggu sudah terlalu lama, dan kesabaran itu ada batasnya.

Semoga pihak-pihak yang saya sebut di atas, tergerak hatinya untuk menunjukkan profesionalitas kerjanya. Berani, netral, jujur dan berkeadilan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News