Aktivis Muhammadiyah Jakarta Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

Aktivis Muhammadiyah Jakarta, Farid Idris, menyuarakan dukungannya agar Presiden kedua Republik Indonesia, Jenderal Besar H.M. Soeharto, ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Menurut Farid, di balik segala kontroversi yang menyelimuti masa pemerintahannya, Soeharto memiliki kontribusi besar dan nyata bagi bangsa dan negara, baik dalam bidang pembangunan, stabilitas politik, maupun peran Indonesia di dunia internasional.

“Soeharto sebagai manusia tentu ada kekurangan dan kesalahan. Namun jasa-jasanya jauh lebih besar dari itu. Ia telah membawa Indonesia menjadi negara yang disegani, berwibawa, dan berperan aktif dalam perdamaian dunia,” ujar Farid Idris di Jakarta, Sabtu (8/11/2025).

Farid menilai, masa kepemimpinan Soeharto ditandai dengan stabilitas nasional yang kuat, di mana pembangunan ekonomi, infrastruktur, dan ketahanan pangan berkembang pesat. Program-program seperti Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), Inpres Sekolah Dasar, Keluarga Berencana (KB), hingga Swasembada Pangan menjadi simbol keberhasilan Orde Baru dalam membangun pondasi ekonomi rakyat.

“Soeharto berhasil mengubah wajah Indonesia dari negara agraris miskin menjadi negara yang berdikari dalam pangan. Ia membangun jalan, jembatan, sekolah, dan rumah sakit di seluruh pelosok negeri. Itu fakta sejarah, bukan mitos,” tegas Farid.

Selain pembangunan fisik, Soeharto juga dikenal sebagai pemimpin yang menjaga stabilitas politik dan keamanan nasional setelah masa gejolak pasca-1965. Menurut Farid, kestabilan tersebut menjadi modal penting bagi kemajuan ekonomi dan pendidikan bangsa.

Baca juga:  Kader Hijau Muhammadiyah Yogyakarta: Ganjar Pemimpin yang Suka Menyakiti Warga Wadas

Farid Idris juga menyoroti peran besar Soeharto di kancah internasional, terutama dalam diplomasi dunia Islam. Ia menyebut Soeharto sebagai tokoh yang berjasa mendukung kemerdekaan Bosnia-Herzegovina serta konsisten menyuarakan dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina.

“Tak banyak yang tahu, Indonesia di era Soeharto aktif membantu Bosnia saat genosida terjadi di awal 1990-an. Soeharto juga selalu tegas dalam forum internasional menentang penjajahan Israel terhadap Palestina,” tutur Farid.

Dalam konteks hubungan luar negeri, Soeharto dikenal dengan kebijakan luar negeri “bebas aktif” yang realistis dan berwibawa. Indonesia di masa itu menjadi anggota penting dalam Gerakan Non-Blok (GNB) dan dipercaya menjadi tuan rumah berbagai konferensi internasional.

Sebagai aktivis Muhammadiyah, Farid menilai Soeharto memiliki hubungan yang cukup baik dengan organisasi keagamaan, termasuk Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Ia disebut sebagai pemimpin yang menghargai peran ulama dan tokoh agama dalam pembangunan moral bangsa.

“Soeharto bukan hanya seorang militer, tapi juga pribadi yang religius. Ia memberi ruang bagi umat Islam untuk berkembang, mendorong berdirinya bank syariah, lembaga zakat, dan pendidikan Islam modern,” kata Farid.

Baca juga:  Aktivis Islam: Muhammadiyah Harus Tolak Pemberian Izin Usaha Pertambangan!

Farid menambahkan, meskipun pada masa Orde Baru ada keterbatasan kebebasan politik, namun di sisi lain pemerintah berhasil menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, kerja keras, dan loyalitas terhadap negara. Nilai-nilai tersebut kini dianggap mulai pudar di tengah era demokrasi yang kebablasan.

Farid Idris menilai sudah saatnya bangsa Indonesia bersikap objektif dan adil terhadap sejarah. Ia mengajak masyarakat untuk tidak hanya menilai Soeharto dari sisi kekuasaan dan pelanggaran masa lalu, tetapi juga mengakui sumbangsih besarnya dalam pembangunan bangsa.

“Sejarah tak bisa dihapus hanya karena perubahan rezim. Soeharto telah memberi pondasi kokoh bagi Indonesia modern. Menjadikannya Pahlawan Nasional adalah bentuk penghormatan kepada perjuangannya membangun negeri,” tandas Farid.

Pernyataan dukungan Farid Idris ini bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November, yang menjadi momentum refleksi tentang arti pengorbanan dan jasa besar bagi bangsa. Ia berharap pemerintah dapat meninjau ulang jasa-jasa Soeharto secara akademis, objektif, dan nasionalis.

“Hari Pahlawan bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi juga menimbang siapa yang telah mengabdikan diri tanpa pamrih untuk Indonesia. Soeharto layak berada di antara mereka,” tutupnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News