Fasilitas Pengelolaan Sampah berbasis teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Rorotan, Jakarta Utara, kembali menuai sorotan. Proyek besar senilai hampir Rp1,2 triliun yang dibangun sejak 2023 dan rampung pada akhir 2024 itu kini tengah dipertanyakan efektivitas serta transparansinya, setelah dua kali uji coba pengoperasian justru memicu keluhan warga sekitar.
Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra, Ali Lubis, SH, MH, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi RDF Rorotan yang seharusnya menjadi solusi pengelolaan sampah modern, namun justru menimbulkan persoalan lingkungan.
“Kalau anggarannya hampir Rp1,2 triliun dan berasal dari APBD — uang rakyat — maka secara logika dari proses kajian, perencanaan, dan analisis dampak lingkungan seperti bau, proses pengangkutan, serta pengelolaan sampahnya seharusnya sudah clear atau tidak bermasalah,” ujar Ali Lubis, Kamis (6/11/2025).
Namun, lanjutnya, fakta di lapangan justru berbanding terbalik. Dalam dua kali uji coba, fasilitas tersebut memunculkan dampak lingkungan yang memicu protes masyarakat. Berdasarkan laporan sejumlah media, puluhan anak-anak mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan bau busuk dari fasilitas tersebut menyebar hingga ke permukiman warga.
Ali Lubis juga menyoroti ketiadaan keterbukaan terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari proyek ini. Menurutnya, masyarakat hingga kini belum pernah diperlihatkan dokumen Amdal tersebut, padahal hal itu menjadi syarat utama sebelum fasilitas beroperasi.
“Ada warga yang mempertanyakan Amdalnya kepada Dinas Lingkungan Hidup, tetapi belum pernah diperlihatkan. Masyarakat mulai menilai ada aturan yang dilanggar dalam proses pembangunannya,” tegas Ali.
Kondisi ini, kata Ali, berpotensi menimbulkan kecurigaan publik bahwa proyek RDF Rorotan tidak dijalankan dengan transparan. Ia bahkan menilai, dengan nilai anggaran yang besar dan masalah yang muncul, tidak menutup kemungkinan terdapat dugaan mark-up atau praktik korupsi di dalamnya.
Sebagai langkah antisipatif, Ali Lubis mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta untuk memberikan penjelasan terbuka dan detail kepada publik mengenai permasalahan RDF Rorotan, termasuk proses kajian dan hasil uji coba pengoperasian.
“Demi menghindari kecurigaan publik, DLH sebaiknya menjelaskan secara rinci terkait masalah ini. Sebab hal ini bisa berdampak buruk terhadap citra kepemimpinan Gubernur Jakarta yang baru dan tentu saja merugikan masyarakat secara umum,” ujarnya.
Fasilitas RDF Rorotan dibangun di atas lahan seluas 7,8 hektare dan diklaim sebagai fasilitas pengelolaan sampah terbesar di dunia dengan kapasitas olahan hingga 2.500 ton per hari. RDF sendiri dirancang untuk mengubah sampah menjadi bahan bakar alternatif bagi industri semen dan energi, sehingga diharapkan mampu mengurangi ketergantungan Jakarta terhadap Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
Namun, jika permasalahan lingkungan, sosial, dan administrasi tidak segera diselesaikan, proyek ambisius tersebut dikhawatirkan justru menjadi beban baru bagi Pemprov DKI Jakarta.
Ali Lubis menegaskan, pihak DPRD akan terus mengawasi jalannya proyek dan pengelolaannya agar penggunaan uang rakyat benar-benar bermanfaat dan tidak diselewengkan.
“Kita mendukung inovasi dan modernisasi pengelolaan sampah. Tapi jangan sampai nama besar RDF Rorotan justru tercoreng karena dugaan pelanggaran prosedur dan korupsi. Uang rakyat harus dipertanggungjawabkan,” tutupnya.





